Puluhan tahun yang lalu, ketika saya masih duduk di
bangku SMP, kakak perempuan saya yang masih SMA terkena penyakit parah.
Dia sering batuk-batuk, sampai dadanya terasa sakit. Dari dahak yang
dikeluarkannya mengandung darah. Saya sampai ngeri melihatnya. Ternyata
setelah dibawa ke rumah sakit, dokter mengatakan bahwa kakak saya
terkena penyakit TBC.
Penyakit itu menggerogoti daya tahan tubuh kakak saya. Padahal, sekolahnya di Bukit Duri, Jakarta Selatan. Setiap hari perjalanan jauh dari Depok menggunakan kereta. Jika terlalu lelah, penyakitnya semakin parah. Waktu itu dokter mengharuskan dia minum obat setiap hari selama enam bulan.
Selain itu, karena mudah menular melalui udara, kami dianjurkan berbicara agak jauh. Peralatan makan dan minum harus dipisah dan ditandai, juga dicuci secara terpisah. Mendapat perlakuan seperti itu, kakak saya sering marah karena merasa dikucilkan. Tapi apa boleh buat, demi kesehatan sekeluarga, kami terpaksa berbuat seperti itu.
Minum obat setiap hari dengan dosis tinggi memberi efek samping terhadap kakak saya. Indra pendengarannya semakin berkurang. Mau tak mau akhirnya dia menggunakan alat bantu dengar, karena pendengarannya tinggal 60%. Bagaimana pun kami bersyukur karena dia masih bisa sembuh dan sehat kembali.
Apa dan Bagaimana TBC
Saya baru mengetahui TBC secara mendalam ketika mendengarkan uraian Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementrian Kesehatan RI , Dr. Anung Sugihantono, M.Kes, dalam Lokakarya Blogger Peduli Tuberkulosis, di Kementrian Kesehatan beberapa hari yang lalu. Acara ini diselenggerakan dalam rangkaian peringatan hari TBC sedunia yang jatuh tanggal 24 Maret ini.
Dalam acara itu hadir pula DR Pandu Rino, ahli Tuberkulosis Indonesia yang menjelaskan cara untuk menanggulangi penyakit TBC. Selain itu, ada juga Pak Edi Junaedi, yang merupakan mantan penderita TBC. Ia menceritakan pengalamannya selama mengidap penyakit tersebut. Kini Pak Edi terkasuk dalam komunitas yang giat membantu pemerintah menyoalisasikan pentingnya mencegah penyakit ini berkembang.
Penyakit Tuberkulosis, atau lebih kita kenal dengan singkatan TBC merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini bisa disembuhkan dengan pengobatan yang intensif. Namun kalau dibiarkan, penderita bisa meninggal dunia.
Perlu diketahui, sebagian besar kuman TBC menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ atau bagian tubuh lainnya. Misalnya tulang, kelenjar, kulit dsb. Penyakit ini dapat menyerang segala usia, terutama pada usia produktif antara 15 s/d 50 tahun dan anak-anak.
Bagaimana gejalanya?
Namun kuman ini bisa dilemahkan secara alami jika terkena sinar matahari. Bila ada anggota keluarga yang terkena penyakit TBC, sering-seringlah membuka pintu dan jendela agar ada pergantian udara dan sinar matahari masuk. Debu-bebu juga harus sering dikebas dan dibersihkan di luar rumah.
Orang yang beresiko terkena paparan penyakit ini adalah orang yang sering kontak dengan penyakit TBC, tinggal di daerah yang padat penduduk dan orang yang berkerja dengan bahan kimia. Penderita TBC sangat mudah terinfeksi penyakit HIV Aids karena daya tahan tubuhnya yang sangat lemah.
Pengobatan Intensif TBC
Penderita TBC harus diobati secara intensif selama enam sampai delapan bulan yang terbagi dalam dua tahap. Tahap awal setiap hari selama 2-3 bulan. Lalu tahap lanjutan 3 kali seminggu selama 4-6 bulan.
Satu hal yang harus dicamkan, jangan sekalipun penderita TBC lalai berobat atau meminum obatnya. Apalagi jika pengobatan belum tuntas. Misalnya karena bosan berobat, sebelum masa pengobatan selesai sudah berhenti. Ini mengakibatkan Resistan.
Kondisi Resistan menyebabkan:
Kasus TBC di Indonesia Tinggi
Sampai saat ini Indonesia masih menjadi salah satu negara dengan beban TB tinggi. Kasus TBC pertahun di Indonesia mencapai 1.020.000. Angka kejadian TBC 391 per 100 000 penduduk.
Penemuan kasus TB pada tahun 1999 -- 2017 sangat mengejutkan, karena justru meningkat drastis sekitar 401.130 kasus. Sedangkan pada tahun 2017 telah terdeteksi bahwa dari 514 kabupaten/kota didapatkan sbb:
Peran Blogger
Kali ini Kemenkes RI menggandeng para blogger untuk menyukseskan program pemerintah dalam rangka mencegah dan menanggulangi penyakit TBC. Blogger tidak hanya menyoalisasikan tentang TBC melalui konten atau tulisan-tulisan di b.lognya masing-masing, tetapi lebih jauh dari itu adalah memberikan motivasi kepada masyarakat.
Caranya dengan melaksanakan strategi Penemuan Kasus TBC melalui jejaring sbb:
Mari kita bantu untuk menyukseskan program ini agar masyarakat Indonesia terbebas dari wabah TBC.
Penyakit itu menggerogoti daya tahan tubuh kakak saya. Padahal, sekolahnya di Bukit Duri, Jakarta Selatan. Setiap hari perjalanan jauh dari Depok menggunakan kereta. Jika terlalu lelah, penyakitnya semakin parah. Waktu itu dokter mengharuskan dia minum obat setiap hari selama enam bulan.
Selain itu, karena mudah menular melalui udara, kami dianjurkan berbicara agak jauh. Peralatan makan dan minum harus dipisah dan ditandai, juga dicuci secara terpisah. Mendapat perlakuan seperti itu, kakak saya sering marah karena merasa dikucilkan. Tapi apa boleh buat, demi kesehatan sekeluarga, kami terpaksa berbuat seperti itu.
Minum obat setiap hari dengan dosis tinggi memberi efek samping terhadap kakak saya. Indra pendengarannya semakin berkurang. Mau tak mau akhirnya dia menggunakan alat bantu dengar, karena pendengarannya tinggal 60%. Bagaimana pun kami bersyukur karena dia masih bisa sembuh dan sehat kembali.
Apa dan Bagaimana TBC
Saya baru mengetahui TBC secara mendalam ketika mendengarkan uraian Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementrian Kesehatan RI , Dr. Anung Sugihantono, M.Kes, dalam Lokakarya Blogger Peduli Tuberkulosis, di Kementrian Kesehatan beberapa hari yang lalu. Acara ini diselenggerakan dalam rangkaian peringatan hari TBC sedunia yang jatuh tanggal 24 Maret ini.
Dr, Anung, Dirjen PPP, Kemenkes RI (dok.pri)
Dalam acara itu hadir pula DR Pandu Rino, ahli Tuberkulosis Indonesia yang menjelaskan cara untuk menanggulangi penyakit TBC. Selain itu, ada juga Pak Edi Junaedi, yang merupakan mantan penderita TBC. Ia menceritakan pengalamannya selama mengidap penyakit tersebut. Kini Pak Edi terkasuk dalam komunitas yang giat membantu pemerintah menyoalisasikan pentingnya mencegah penyakit ini berkembang.
DR Pandu Rino, ahli TB Indonesia (dok.pri)
Perlu diketahui, sebagian besar kuman TBC menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ atau bagian tubuh lainnya. Misalnya tulang, kelenjar, kulit dsb. Penyakit ini dapat menyerang segala usia, terutama pada usia produktif antara 15 s/d 50 tahun dan anak-anak.
Bagaimana gejalanya?
- Batuk terus menerus
- Demam meriang tidak terlalu tinggi
- Dahak bercampur darah
- Nyeri di dada
- Berkeringat tanpa sebab, terutama pada sore dan malam hari
- Nafsu makan menurun
- Berat Badan menurun
Namun kuman ini bisa dilemahkan secara alami jika terkena sinar matahari. Bila ada anggota keluarga yang terkena penyakit TBC, sering-seringlah membuka pintu dan jendela agar ada pergantian udara dan sinar matahari masuk. Debu-bebu juga harus sering dikebas dan dibersihkan di luar rumah.
Orang yang beresiko terkena paparan penyakit ini adalah orang yang sering kontak dengan penyakit TBC, tinggal di daerah yang padat penduduk dan orang yang berkerja dengan bahan kimia. Penderita TBC sangat mudah terinfeksi penyakit HIV Aids karena daya tahan tubuhnya yang sangat lemah.
Pengobatan Intensif TBC
Penderita TBC harus diobati secara intensif selama enam sampai delapan bulan yang terbagi dalam dua tahap. Tahap awal setiap hari selama 2-3 bulan. Lalu tahap lanjutan 3 kali seminggu selama 4-6 bulan.
Satu hal yang harus dicamkan, jangan sekalipun penderita TBC lalai berobat atau meminum obatnya. Apalagi jika pengobatan belum tuntas. Misalnya karena bosan berobat, sebelum masa pengobatan selesai sudah berhenti. Ini mengakibatkan Resistan.
Kondisi Resistan menyebabkan:
- Penyakit tidak sembuh dan tetap menularkan ke orang lain.
- Penyakit bertambah parah dan bisa berakibat kematian
- Obat anti TBC (OAT) biasa tidak bisa membunuh kuman karena menjadi telah kebal sehingga pasien tidak bisa disembuhkan.
- Pengobatan diulang menjadi lebih lama sekitar dua tahun.
- Biaya pengobatan mencapai 200 kali lipat.
Kasus TBC di Indonesia Tinggi
Sampai saat ini Indonesia masih menjadi salah satu negara dengan beban TB tinggi. Kasus TBC pertahun di Indonesia mencapai 1.020.000. Angka kejadian TBC 391 per 100 000 penduduk.
Penemuan kasus TB pada tahun 1999 -- 2017 sangat mengejutkan, karena justru meningkat drastis sekitar 401.130 kasus. Sedangkan pada tahun 2017 telah terdeteksi bahwa dari 514 kabupaten/kota didapatkan sbb:
- 336 Kab/Kota dengan penemuan kasus TBC <40%
- 128 Kab/kota dengan penemuan kasus TBC > 40 s/d < 70%
- 18 Kab/Kota dengan penemuan kasus TBC >70 s/d < 90%
- 28 Kab/Kota dengan penemuan kasus TBC CDR > 90%.
- 164 Kab/Kota memiliki angka keberhasilan < 85%
- 103 Kab/Kota memiliki SR > 85% s/d < 95%
- 247 Kab/Kota memiliki SR > 90%
Peran Blogger
Kali ini Kemenkes RI menggandeng para blogger untuk menyukseskan program pemerintah dalam rangka mencegah dan menanggulangi penyakit TBC. Blogger tidak hanya menyoalisasikan tentang TBC melalui konten atau tulisan-tulisan di b.lognya masing-masing, tetapi lebih jauh dari itu adalah memberikan motivasi kepada masyarakat.
Blogger peduli TBC (dok.BCC)
memberantas TBC melalui jejaring (dok.pri)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar