Kita beruntung Indonesia menjadi negara kepulauan yang kaya akan jalur pantai. Dengan demikian kita bebas memilih pantai mana yang akan didatangi. Tergantung kemampuan kantong dan waktu luang yang dimiliki.
Saya adalah penikmat sunset Saat-saat menunggu sunset menjadi sensasi tersendiri. Bagi saya, nuansa sunset mendatangkan imajinasi tak berkesudahan. Panorama sunsetterasa begitu fantastis, mendatangkan gairah spiritual dari dalam diri.
Karang Bolong
Biasanya saya menyasar ke pantai-pantai yang jauh. Maklum sekalian dengan kunjungan kerja atau wisata bersama teman-teman. Namun kali ini saya justru mendatangi pantai yang tidak begitu jauh dari Jakarta, yaitu di wilayah Banten.
Dengan menggunakan kereta, sampailah saya ke Cilegon yang dikenal sebagai kota baja. Cilegon menjadi tujuan saya karena ada seorang teman yang sudah menyediakan rumahnya untuk saya bermalam, dan bersedia mengajak saya ke pantai Anyer yaitu mbak Dewi yang berprofesi sebagai guru. Selain itu ada satu teman lagi yang bakal menemani, namanya Tiwi.
Kami bertiga berangkat menuju pantai pada keesokan harinya. Di sepanjang jalan Anyer- Panarukan ini bertebaran tempat-tempat wisata. Ada yang dikelola oleh Pemda setempat, dan ada yang berupa resort milik swasta. Hotel-hotel dan penginapan tersedia dalam beragam tarif, dari hotel berbintang lima hingga sekelas losmen.
Pantai pertama yang kami singgahi adalah Karang Bolong. Pantai ini termasuk obyek wisata paling tertua di Banten, sudah ada semenjak saya masih kecil. Dengan membayar tiket seharga Rp 15.000/orang, kita bisa masuk ke kawasan wisata ini.
Jangan heran dengan banyaknya pedagang asongan di dalam kawasan wisata. Mereka mejual makanan kecil, kopi, ikan asing dan juga buah-buahan. Selain itu, mereka juga menyewakan tikar dengan harga Rp 20.000,- selama kita berada di sana.
Karang bolong masih kokoh berdiri. Di sini selalu menjadi spot yang menarik untuk ambil foto. Lengkungan yang berada di tengah seakan pintu dari dunia lain. Karena cuaca yang mendung dan gelap, maka foto yang saya ambil lebih mirip siluet.
foto diri di Karang Bolong (dok.Tiwi)
Dari atas pemandangan ke laut lebih jauh dan luas. Kita bisa melihat ombak yang bergelung ke pantai. Di sisi yang lain, melalui anak tangga yang berbeda, kita turun dan tiba di pantai yang landai, tempat anak-anak bermain pasir dan bola sepak.
Sunset di Titik Nol Anyer Panarukan
Sesudah puas bermain di Karang Bolong, kami berbalik arah menuju titik nol Anyer Panarukan. Di sanalah kami berburu sunset. Masuk ke kawasan itu gratis, tidak dipungut biaya. Ada anjungan yang menjorok ke laut, yang menjadi pelabuhan perahu-perahu dan bisa dijadikan tempat untuk mengabadikan sunset.
Dinamakan titik nol Anyer Panarukan, karena di tempat itulah mulai pembangunan jalan dari Anyer ke Panarukan. Pengerjaan jalan tersebut berdasarkan perintah Gubernur Belanda pada waktu itu. Sebagai peringatan, dibuatlah tugu titik nol Anyer Panarukan, yang berupa bola dunia di atas panggung mini.
Namun di situ ada jejak sejarah yang lain, yaitu Mercu Suar yang dibangun sejak zaman Belanda. Dahulu, pantai tersebut juga merupakan tempat berlabuhnya kapal-kapal dan perahu nelayan. Mercu Suar itu masih tegak berdiri dengan kokoh. Beberapa tahun terakhir ini, pengunjung tidak boleh naik sampai ke puncak, karena sudah rentan. Kita hanya bisa sampai ke lantai tiga.
latar belakang adalah mercu suar dari zaman Belanda (dok.Tiwi)
Sunset di titik nol Anyer Panarukan ini, tidak persis jatuh di tengah laut. Posisi matahari berada di sebelah kiri pantai. tetapi bukan berarti tidak indah untuk dipandang. Tetap saja sunsetitu memberikan nuansa yang kita inginkan. Cahaya temaram dengan garis-garis jingga dan oranye. Sebagian awan berusaha menutupi, sisa-sisa mendung yang masih bergelayut.
Matahari semakin redup, turun ke batas langit. Awan telah terbias cahaya jingga. Gelap mulai menyelimuti pantai. Terjadi gradasi warna di langit. Warna putih masih mendominasi langit tertinggi, di bawahnya adalah kuning dan oranye, sedangkan sekitarnya adalah bias warna yang menjadi campuran jingga.
orang2 di sekitar tugu titik nol Anyer Panarukan (dok.Tiwi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar