Banten adalah provinsi di ujung Barat pulau Jawa.
Udara di wilayah itu umumnya panas, terutama di Serang dan Cilegon.
Bahkan di Cilegon banyak pabrik serta pantai. Namun ada tempat
wisata dengan udara yang menyegarkan, yaitu Gunung Pinang. Letaknya
di antara Serang dan Banten, terlihat dari jalan raya Serang - Banten.
Sejatinya Gunung Pinang ini bukan gunung aktif, melainkan sebuah bukit. Tingginya tidak lebih dari 300 mdpl, luasnya hanya 220 hektar. Walaupun begitu cukuplah untuk memberi kesegaran dalam udara panas.
Pintu gerbang langsung berada di tepi jalan sebelum menanjak, dengan loket untuk membayar tiket. Harga tiket Rp. 10000 per orang, harga parkir motor Rp 5000 dan parkir mobil Rp 8000. Pintu masuk ini resmi dari Perhutani.
Di atas ada pembagian kawasan yang masing-masing dikelola swasta bekerja sama dengan Perhutani. Ada yang harga tiketnya Rp 10000 dan ada yang Rp 5000. Selain itu ada Flying fox berupa sepeda layang dengan tiket Rp 20000.
Pertama, saya masuk yang pakai tiket 10 ribu karena letaknya paling atas. Ada lima spot untuk foto, dua di antaranya menjorok ke jurang. Yang satu berbentuk segi empat dengan gubuk kecil di tengah, yang satu lagi berbentuk ujung perahu memanjang.
Sayangnya, kedua spot itu tidak aman untuk
pengunjung. Pagar dan pegangan tangan dibuat asal asalan dari ranting
yang rapuh. Kalau kita terjatuh tidak mampu menahan berat badan. Kita
bisa terguling ke bawah jurang.
Sejatinya Gunung Pinang ini bukan gunung aktif, melainkan sebuah bukit. Tingginya tidak lebih dari 300 mdpl, luasnya hanya 220 hektar. Walaupun begitu cukuplah untuk memberi kesegaran dalam udara panas.
Pintu gerbang langsung berada di tepi jalan sebelum menanjak, dengan loket untuk membayar tiket. Harga tiket Rp. 10000 per orang, harga parkir motor Rp 5000 dan parkir mobil Rp 8000. Pintu masuk ini resmi dari Perhutani.
Di atas ada pembagian kawasan yang masing-masing dikelola swasta bekerja sama dengan Perhutani. Ada yang harga tiketnya Rp 10000 dan ada yang Rp 5000. Selain itu ada Flying fox berupa sepeda layang dengan tiket Rp 20000.
Pertama, saya masuk yang pakai tiket 10 ribu karena letaknya paling atas. Ada lima spot untuk foto, dua di antaranya menjorok ke jurang. Yang satu berbentuk segi empat dengan gubuk kecil di tengah, yang satu lagi berbentuk ujung perahu memanjang.
Spot panggung (dok. Dewi)
Spot yang berbentuk ujung
perahu memanjang, jika di injak bergoyang goyang. Dalam hati saya,
berapa berat yang bisa ditampung. Teman saya yang lebih gemuk, tak
berani menginjak dan mengambil foto diri situ.
Spot yang aman hanya rumah miring, pintu kayu berbentuk kunci dan jam besar. Kita bisa naik dan foto di tengah jam besar, asal tidak terlalu gemuk. Tangganya saya panjat juga bergoyang, jadi degdegan.
Selain itu ada juga sih tiga tempat duduk yang
dibentuk dengan bentuk hati. Masalahnya, diwarnai dengan pink
mencolok, kesannya norak. Menurut saya semua dibuat terlalu
sederhana. Kelihatan tidak profesional.
Spot yang aman hanya rumah miring, pintu kayu berbentuk kunci dan jam besar. Kita bisa naik dan foto di tengah jam besar, asal tidak terlalu gemuk. Tangganya saya panjat juga bergoyang, jadi degdegan.
Spot jam (dok. Dewi)
Kawasan berikutnya
yang agak ke bawah justru lebih bagus dan murah. Dengan membayar tiket
lima ribu, ada tiga spot foto yang menarik. Pertama, panggung
berbentuk balon udara, dengan pemandangan lembah.
Kalau dibikin foto siluet, kelihatannya kita
benar-benar berada di balon udara yang sedang terbang. Lumayan menarik,
didukung pemandangan di kejauhan yang rendah.
Spot balon udara (dok. DEWI)
Spot kedua
hanya panggung biasa, juga menghadap lembah. Spot ketiga adalah
jembatan kayu yg melengkung membentuk gambar hati. Tiga spot ini cukup
memuaskan remaja yang ingin selfie atau welfie.
Namun memang ada peringatan bahwa spot spot itu tidak boleh lebih dari tujuh orang. Semuanya menggunakan bahan dasar kayu, jadi terbatas daya tampungnya.
Nah sedangkan wisata terakhir adalah yang menantang adrenalin. Flying fox berbentuk sepeda. Makanya diberi judul gowes di udara. Dua sepeda tersedia di jalur tali baja yang melintasi lembah.
Saya sebetulnya tertarik untuk mencoba. Berhubung
teman saya tidak berani, akhirnya saya tidak jadi gowes udara.
Setelah santai sejenak, kami lalu turun.
Namun memang ada peringatan bahwa spot spot itu tidak boleh lebih dari tujuh orang. Semuanya menggunakan bahan dasar kayu, jadi terbatas daya tampungnya.
Nah sedangkan wisata terakhir adalah yang menantang adrenalin. Flying fox berbentuk sepeda. Makanya diberi judul gowes di udara. Dua sepeda tersedia di jalur tali baja yang melintasi lembah.
Gowes udara (dok. Dewi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar