LANGIT ADALAH ATAPKU. BUMI ADALAH PIJAKANKU. HIDUP ADALAH SAJADAH PANJANG HINGGA AKU MATI.
Minggu, 30 September 2018
Hindari Penyakit Kaki Gajah Atau Filariasis
Siapa yang ingin kakinya membengkak seperti kaki gajah? Tentu tidak ada yang mau. Bentuk tubuh menjadi tidak proporsional, dan cacat, tidak bisa kembali seperti semula.
Nah, itulah sebabnya kita harus menghindari penyakit kaki gajah, yang dalam bahasa kedokteran disebut Filariasis. Penyakit ini disebabkan cacing filaria yang ditularkan oleh semua jenis nyamuk.
Di Indonesia ada 23 jenis nyamuk yang diketahui bertindak sebagai vektor dari Genus Mansoria, Culex, Anopheles, Aedes dan Amigeres. Karena itu sangat riskan membiarkan nyamuk menggigit kita. Sebab kita tak pernah tahu apakah nyamuk itu membawa larva cacing filaria.
Memang tidak semua daerah di Indonesia menjadi epidemi penyakit filariasis. Jakarta dinyatakan bebas dari penyakit ini. Tetapi Depok merupakan wilayah yang terjangkit Filariasis.
Maka apabila ada nyamuk yang membawa cacing filaria itu 'nyasar' ke Jakarta, atau ada penderita yang ke Jakarta dan tergigit nyamuk, bisa saja akhirnya epidemi berpindah.
Perlu diketahui, setelah cacing masuk ke tubuh manusia melalui pembuluh darah, lalu tumbuh menjadi dewasa. Cacing itu kemudian berkembang biak dan mulai menggerogoti tubuh manusia.
Orang yang kurang sehat atau dalam kondisi kurang gizi, imun lemah, akan lebih cepat merasakan dampaknya. Filariasis berkembang pesat, tahu tahu terlambat diobati.
Gejala penyakit ini mirip flu, jadi jika kita keliru mengobatinya, membuat cacing itu tetap eksis. Pada stadium satu, bengkak pada anggota tubuh tampak hilang ketika bangun pagi. Lipatan kulit tidak ada, masih halus dan normal.
Sedangkan pada stadium dua, bengkak tidak bisa hilang, tetapi lipatan kulit tidak ada. Kulitpun masih normal. Dalam stadium satu dan dua ini, filariasis masih bisa diobati dan disembuhkan.
Namun tidak pada stadium selanjutnya dimana bengkak semakin membesar. Lipatan kulit juga semakin dalam, terjadi nodul nodul. Bentuknya sudah menyerupai kaki gajah.
Hal yang tidak disangka oleh masyarakat awam, ternyata filariasis ini bisa menyerang anggota tubuh yang lain. Pembengkakan bisa terjadi pada alat kelamin, payudara dan lain lain. Bayangkan jika hal itu menimpa pada diri anda.
Di kampung, banyak penderita kaki gajah yang dipasung dan dikucilkan oleh keluarga. Ini adalah penanganan yang salah. Penderita justru menjadi depresi dan putus asa. Ketidak mengertian ini harus diakhiri dengan sosialisasi tentang penyakit ini.
Sangat penting bagi kita untuk melindungi diri dari penyakit kaki gajah atau filariasis ini. Untunglah kementerian kesehatan RI mengadakan program pemberian obat pencegah.
Program Pemberian obat Pencegahan Massal (POPM) filariasis bertujuan:
1. Menurunkan kadar mikrofilaria di dalam darah sehingga tidak lagi terjadi penularan, walaupun jika program ini dihentikan.
2. Semakin besar proporsi penduduk minum obat, semakin besar peluang untuk memutuskan rantai penularan.
Obat ini harus diminum setahun sekali, selama lima tahun berturut-turut. Kebetulan hal ini dilaksanakan secara serentak pada bulan Oktober. Kita harus menyempatkan diri untuk mendapatkan obat tersebut.
Namun jangan lupa untuk membasmi sarang nyamuk. Bersihkan tempat tempat yang potensial menjadi berkembangbiak nyamuk seperti got, air tergenang, bak kamar mandi dsb.
Jangan sampai kita terjangkit penyakit ini. Kita tidak mempunyai anggota tubuh yang cacat, bentuknya besar seperti kaki gajah.
Kaki gajah, no way.
Kamis, 20 September 2018
Pao, Penderita Down Syndrome yang Menjadi Penyair
Selama ini saya belum pernah mengetahui dan mengenal penyair yang juga penderita down syndrome. Sampai beberapa hari yang lalu saya bertemu dengan Pao, dan menyaksikan dia beraksi di Kemah Seni Huma land dalam acara Silaturahmi Budaya yang dibuka oleh Direktur Galeri Nasional.
Biasanya penderita down syndrome berada dalam pengawasan keluarga dan menjalani perawatan terapi kesehatan oleh para ahli. Sedangkan yang berasal dari keluarga tak mampu, dikucilkan, dipasung atau dibuang dari kehidupan keluarganya.
Banyak pula penderita down syndrome yang terpaksa berkeliaran di jalanan karena keluarga enggan mengurusnya. Ada yang menjadi pengemis, dan ada yang mengamen. Nasib mereka rata-rata mengenaskan, sebagai orang buangan.
Berbeda dengan Pao, seorang penderita down syndrome yang bernasib baik. Ia nyaris menjadi penghuni jalanan kalau saja tidak ditemukan oleh teman teman dari Komunitas Sastra Kalimalang. Komunitas ini didirikan oleh Ane Matahari yang telah meninggal dua tahun yang lalu.
Pao, sebenarnya adalah yatim piatu. Kedua orangtuanya telah lama meninggal dunia. Ia diamanatkan kepada keluarga ayahnya untuk diurus dan dipelihara. Ada rumah dan peninggalan orang tua yang juga dititipkan kepada wali tersebut.
Malang tak dapat ditolak, sang wali menguasai peninggalan orangtuanya. Sementara Pao terlempar ke jalanan tanpa makanan, tanpa tempat bernaung. Kalau ia berusaha pulang, ia diusir oleh keluarga walinya.
Komunitas Sastra Kalimalang yang dimotori oleh Penyair Irmansyah, menyelamatkan Pao, mengajak dan mendidiknya untuk menyukai sastra. Ia ternyata sangat menyukai puisi dan senang membacanya dengan penuh penghayatan.
Bahasa Pao, bahasa Tuhan
Satu hal yang menarik, tidak seorang pun yang mengerti bahasa apa yang digunakan Pao. Sebagaimana namanya, pemberian teman temannya karena dia hanya bisa bersuara aoh, berbicara lancar dengan kata kata aneh.
"Apa yang dia katakan, hanya dia dan Tuhan yang tahu," kata penyair Irmansyah yang memiliki ciri khas dengan membawa seruling.
Namun sejatinya, Pao sangat mengerti apa yang dikatakan orang lain. Ia menerima instruksi dan pengarahan Irmansyah dengan baik.
Kalau sedang manggung, Pao akan membacakan puisi hasil karyanya. Mimik, ekspresi dan intonasinya sangat mengesankan. Walaupun kita tidak mengerti satu kalimat pun, kita akan tahu bahwa puisi itu tentang kehidupannya.
Ada rasa haru dan takjub ketika mendengarkan Pao berpuisi. Dia seakan berkomunikasi dengan Tuhan. Apalagi puisi itu diiringi oleh suara seruling yang dimainkan oleh penyair Irmansyah.
Komunitas Sastra Kalimalang sudah membawa Pao beraksi di berbagai event. Bahkan KPK juga pernah mengundang mereka untuk memperlihatkan kemampuan mereka. Pao membuat banyak orang terkesan.
Dalam usia yang sudah 28 tahun, Aoh masih terlihat sangat muda. Tetapi ia tidak pernah bertingkah macam macam, karena semua perasaan tertuang dalam karyanya. Bahkan ia juga aktif di media sosial facebook dengan nama akun Iyan Slank.
Komunitas Sastra Kalimalang menjadi rumah dan keluarganya yang utama. Dia dikenal pemurah dan sangat peduli pada teman temannya. Sebaliknya, mereka juga menyayangi Pao seperti keluarga sendiri.
Meski menderita down Syndrom, Pao rajin beribadah. Kalau teman temannya sholat, ia juga bergegas menunaikan ibadah sholat. Ia juga mendengar nasihat dari teman temannya.
Pao dilarang keras mengemis atau mengamen di jalanan. Ia harus mencari uang dengan cara terhormat, dengan berkarya di bidang sastra.
Saya sangat salut kepada Komunitas Sastra Kalimalang yang telah 'memanusiakan' Pao, menjadikan seorang penderita down syndrome sebagai penyair.
Makanlah Buah Lokal, Harganya Tidak Terpengaruh Dolar
Nikmatnya tinggal di Indonesia, masih bisa menemukan makanan yang murah meriah. Hebatnya, meski dolar melambung tinggi, ada yang tidak terpengaruh sama sekali. Salah satunya adalah komoditi buah-buahan lokal.
Saya bukan penggemar supermarket. Setidaknya kalau membeli buah-buahan tidak akan membelinya di supermarket. Karena saya tahu perbedaan harganya bisa sangat jauh, dua kali lipat dari pedagang buah di jalanan atau pasar tradisional.
Memang buah-buahan yang dijual di supermarket tampak lebih menarik karena disusun dan dikemas lebih baik. Selain itu, buah-buahan yang masuk supermarket dipilih yang terlihat lebih bagus. Mungkin itu yang membuat harganya lebih mahal.
Supermarket juga menjual buah-buahan impor yang didatangkan dari luar negeri. Dengan kenaikan Dolar yang signifikan, harganya meningkat berlipat. Saya pikir sungguh buang-buang uang jika membeli buah-buahan di supermarket.
Saya tidak terlalu memikirkan penampilan buah lokal. Bagi saya, yang penting asupan serat dan vitaminnya tinggi. Bahkan buah-buahan lokal lebih segar karena berasal dari petani langsung. Sedangkan buah-buahan impor merupakan makanan yang diawetkan setelah melewati perjalanan panjang dari negaranya.
Maka saya memilih buah-buahan lokal. Apalagi favorit saya adalah buah yang seratnya tinggi, vitaminnya banyak dan juga mengandung antioksidan yang tinggi pula. Buah yang memiliki persyaratan itu justru ada pada buah yang paling murah dan banyak terdapat di pasar, tidak mengenal musim, yaitu pisang dan pepaya.
Berhubung saya tinggal di wilayah kampung, area Citayam dan sekitarnya, saya membeli buah-buahan juga di sini. Tahu tidak, di dekat stasiun Citayam banyak terdapat penjual buah-buahan yang sangat murah. Kalau cuma untuk membeli satu atau dua macam buah, hanya perlu mengeluarkan kocek 10 ribu.
Pepaya Calina (atau sering disebut sebagai pepaya California meski berasal dari Bogor), kalau lagi banyak, bisa didapat seharga 5 ribu perak dengan besar yang lumayan, bisa dua atau tiga kali makan (bagi saya seorang). Sedangkan pisang, juga begitu, ada yang lima ribu satu sisir.
Saya senang membeli sekantung pisang lampung atau pisang uli yang berisi tiga sisir pisang, meski sebagian rontok. Harganya cuma 10 ribu saja. Bayangkan bahwa saya sampai kesulitan menghabiskannya walau sudah sekali makan lima buah pisang.
Saat ini banyak juga buah-buahan lain yang tersedia. Ada alpukat, yang termurah adalah yang kecil-kecil, satu kilo 15 ribu. Sedangkan yang besarnya lumayan 20 ribu dan yang besar 25 ribu per kilogram. Buah belimbing isi 3 yang besar atau 5 yang sedang hanya 10 ribu.
Buah jeruk sekarang hanya 15 ribu per 2 kilogram, Salak juga demikian. Lalu ada pula buah apel hijau yang sering saya beli untuk obat juga 10 ribu dengan isi bervariasi, tergantung besar kecilnya. Kemarin saya membeli nanas hanya 5 ribu per buah.
Saya sangat bersyukur. Ini merupakan karunia Allah bagi bangsa Indonesia yang seharusnya disyukuri. KIta masih bisa makan makanan sehat dengan harga yang murah meriah. Lalu kenapa masih saja mengeluh? Itu tergantung bagaimana pola dan gaya hidup kita.
Yuk, beli buah-buahan lokal. Kebutuhan serat dan vitamin terpenuhi tanpa mengeluarkan banyak uang. Bahagia rasanya bisa beli buah dengan murah. Selain itu berarti kita juga membantu petani-petani pribumi, betul gak?
Minggu, 02 September 2018
Merekam Keseruan Asian Games Dengan Ponsel Pintar
Asian Games boleh saja berlalu. Tapi momen yang langka sepanjang Asian Games tidak lekas hilang begitu saja. Ya dong, kan sudah diabadikan melalui smartphones, alias ponsel pintar. Sewaktu-waktu kita bisa melihat kembali keseruan acara akbar tersebut.
Kali ini saya menggunakan Samsung J6 yang canggih itu. Kok bisa? ini berkat adanya 'vivalova', yaitu Viva Blogger On Vacation yang dilakukan Viva.co.id pada tanggal 28 Agustus lalu. Kami, para blogger yang bergabung dengan viva.co.id meliput pertandingan dan merekamnya dengan Samsung J6.
Tapi sebelumnya kami mendapat ilmu fotography melalui ponsel pintar oleh mas Syahrino Putama yang juga kepala kompartemen Multimedia viva.co.id. Dari sini kami mengetahui bagaimana mengatur speed, cahaya dan komposisi dengan smartphone.
Sebagai contoh adalah penggunaan Samsung J6 yang lengkap fiturnya dengan harga yang relatif terjangkau. Secara performa cukup menarik bagi anak muda, serta dual kamera dan video yang canggih.
Mas Rino menerangkan bagaimana mengatur HDR (High Dinamic Range) yang artinya jangkauan dinamis tinggi untuk memotret obyek yang bergerak. Begitu pula pengaturan ISO, jika obyeknya bergerak lebih baik ambil yang paling rendah.
Samsung J6 memiliki kamera 13 MP dengan flash LED, bukaan F/1.9 dan kamera depan 8 MP. Prosessor Exynos 7870, RAM 3 GB dan penyimpanan internal 32 GB extend to 256 GB. Baterainya berkekuatan 300 mAh, tahan lama untuk liputan yang memakan waktu.
Di ponsel Samsung ini ada cara untuk setting secara manual atau pro, tinggal disesuaikan dengan kebutuhan memotret. Sayangnya, karena kami diburu waktu, saya tidak sempat mempelajari lebih jauh dan memotret apa adanya.
Setelah kami berangkat bersama-sama dari FX Sudirman ke stadion utama untuk menyaksikan pertandingan secara langsung. Satu team terdiri dari dua orang, menggunakan Samsung yang sama. Saya berpasangan dengan Tia Marty Alzahra.
Masing-masing diberi tiket yang telah diprint. Jadi bentuknya lebar satu folio, dengan barcode. Malam itu, cabang olahraga yang dipertandingkan adalah atletik. Apapun itu, kami tetap memberikan dukungan kepada para atlet.
Kemeriahan Stadion GBK memang luar biasa. Sebelum masuk ke dalam kami sempat selfie dahulu di depan gerbang, lalu di depan monumen api yang menyala dengan indahnya. Saking asyiknya, sampai kami harus diingatkan untuk segera masuk.
Di dalam stadion sudah ramai sekali, tempat duduk di sisi ini hampir penuh dengan penonton. Ada orang Indonesia, dan ada pula suporter dari negara lain. Kami berusaha mendapatkan tempat duduk paling bawah agar bisa lebih dekat ke arena.
Saya duduk di barisan kedua dari bawah. Lumayanlah, saya bisa melihat para atlet yang sedang bertanding. Kebayang dong, bagaimana mengabadikan orang-orang yang sedang berlari? Susah coy, kalau tidak menggunakan ponsel secanggih Samsung J6 ini, sepertinya tidak bisa terekam dengan baik.
Soalnya, pertandingan yang ada di hadapan kami adalah lomba lari. Pertama, lomba lari sprint wanita 100 meter. Lalu lomba sprint wanita 200 meter. Nah, kalau dalam lomba sprint ini para atlet berlari sekencang-kencang. Kebetulan garis finis ada di hadapan kami. Kesempatan terbuka melihat mereka melewati garis tersebut.
Dengan bantuan ponsel pintar secanggih J6 ini, saya bisa memotret saat kaki-kaki atlet melayang di udara ketika berlari secepat kilat. Bahkan ketika mereka meginjak garis finis dengan kaki yang baru mendarat ke tanah. Momen yang dramatis tersebut terekam dengan baik oleh Samsung J8.
Selain itu, layar lebar yang berada jauh di atas dapat 'terbaca' oleh Samsung ini. Baik melalui zoom atau juga dipotret biasa. Kalau atlet berada jauh di seberang lapangan, kami melihatnya melalui layar tersebut, dan mengabadikannya dengan ponsel pintar Samsung J6.
Samsung J6 ini memenuhi kebutuhan kita untuk meliput suasana di stadion GBK. Apalagi saat itu adalah malam hari. Tetapi darimana saja kita bisa mengambil foto dengan baik. Misalnya memotret euforia para penonton, selfie di tengah para penonton, sampai dengan mengabadikan lansekap stadion.
Acara seru menjadi bertambah seru dengan berbekal Samsung J6. Saya pikir, daripada susah payah membawa kamera yang berat, lebih baik para blogger berbekal ponsel pintar ini. jadi deh blog kamu semakin kece dengan foto-foto yang dihasilkan Samsung J6.
Langganan:
Postingan (Atom)