LANGIT ADALAH ATAPKU. BUMI ADALAH PIJAKANKU. HIDUP ADALAH SAJADAH PANJANG HINGGA AKU MATI.
Kamis, 20 September 2018
Makanlah Buah Lokal, Harganya Tidak Terpengaruh Dolar
Nikmatnya tinggal di Indonesia, masih bisa menemukan makanan yang murah meriah. Hebatnya, meski dolar melambung tinggi, ada yang tidak terpengaruh sama sekali. Salah satunya adalah komoditi buah-buahan lokal.
Saya bukan penggemar supermarket. Setidaknya kalau membeli buah-buahan tidak akan membelinya di supermarket. Karena saya tahu perbedaan harganya bisa sangat jauh, dua kali lipat dari pedagang buah di jalanan atau pasar tradisional.
Memang buah-buahan yang dijual di supermarket tampak lebih menarik karena disusun dan dikemas lebih baik. Selain itu, buah-buahan yang masuk supermarket dipilih yang terlihat lebih bagus. Mungkin itu yang membuat harganya lebih mahal.
Supermarket juga menjual buah-buahan impor yang didatangkan dari luar negeri. Dengan kenaikan Dolar yang signifikan, harganya meningkat berlipat. Saya pikir sungguh buang-buang uang jika membeli buah-buahan di supermarket.
Saya tidak terlalu memikirkan penampilan buah lokal. Bagi saya, yang penting asupan serat dan vitaminnya tinggi. Bahkan buah-buahan lokal lebih segar karena berasal dari petani langsung. Sedangkan buah-buahan impor merupakan makanan yang diawetkan setelah melewati perjalanan panjang dari negaranya.
Maka saya memilih buah-buahan lokal. Apalagi favorit saya adalah buah yang seratnya tinggi, vitaminnya banyak dan juga mengandung antioksidan yang tinggi pula. Buah yang memiliki persyaratan itu justru ada pada buah yang paling murah dan banyak terdapat di pasar, tidak mengenal musim, yaitu pisang dan pepaya.
Berhubung saya tinggal di wilayah kampung, area Citayam dan sekitarnya, saya membeli buah-buahan juga di sini. Tahu tidak, di dekat stasiun Citayam banyak terdapat penjual buah-buahan yang sangat murah. Kalau cuma untuk membeli satu atau dua macam buah, hanya perlu mengeluarkan kocek 10 ribu.
Pepaya Calina (atau sering disebut sebagai pepaya California meski berasal dari Bogor), kalau lagi banyak, bisa didapat seharga 5 ribu perak dengan besar yang lumayan, bisa dua atau tiga kali makan (bagi saya seorang). Sedangkan pisang, juga begitu, ada yang lima ribu satu sisir.
Saya senang membeli sekantung pisang lampung atau pisang uli yang berisi tiga sisir pisang, meski sebagian rontok. Harganya cuma 10 ribu saja. Bayangkan bahwa saya sampai kesulitan menghabiskannya walau sudah sekali makan lima buah pisang.
Saat ini banyak juga buah-buahan lain yang tersedia. Ada alpukat, yang termurah adalah yang kecil-kecil, satu kilo 15 ribu. Sedangkan yang besarnya lumayan 20 ribu dan yang besar 25 ribu per kilogram. Buah belimbing isi 3 yang besar atau 5 yang sedang hanya 10 ribu.
Buah jeruk sekarang hanya 15 ribu per 2 kilogram, Salak juga demikian. Lalu ada pula buah apel hijau yang sering saya beli untuk obat juga 10 ribu dengan isi bervariasi, tergantung besar kecilnya. Kemarin saya membeli nanas hanya 5 ribu per buah.
Saya sangat bersyukur. Ini merupakan karunia Allah bagi bangsa Indonesia yang seharusnya disyukuri. KIta masih bisa makan makanan sehat dengan harga yang murah meriah. Lalu kenapa masih saja mengeluh? Itu tergantung bagaimana pola dan gaya hidup kita.
Yuk, beli buah-buahan lokal. Kebutuhan serat dan vitamin terpenuhi tanpa mengeluarkan banyak uang. Bahagia rasanya bisa beli buah dengan murah. Selain itu berarti kita juga membantu petani-petani pribumi, betul gak?
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar