LANGIT ADALAH ATAPKU. BUMI ADALAH PIJAKANKU. HIDUP ADALAH SAJADAH PANJANG HINGGA AKU MATI.
Kamis, 20 September 2018
Pao, Penderita Down Syndrome yang Menjadi Penyair
Selama ini saya belum pernah mengetahui dan mengenal penyair yang juga penderita down syndrome. Sampai beberapa hari yang lalu saya bertemu dengan Pao, dan menyaksikan dia beraksi di Kemah Seni Huma land dalam acara Silaturahmi Budaya yang dibuka oleh Direktur Galeri Nasional.
Biasanya penderita down syndrome berada dalam pengawasan keluarga dan menjalani perawatan terapi kesehatan oleh para ahli. Sedangkan yang berasal dari keluarga tak mampu, dikucilkan, dipasung atau dibuang dari kehidupan keluarganya.
Banyak pula penderita down syndrome yang terpaksa berkeliaran di jalanan karena keluarga enggan mengurusnya. Ada yang menjadi pengemis, dan ada yang mengamen. Nasib mereka rata-rata mengenaskan, sebagai orang buangan.
Berbeda dengan Pao, seorang penderita down syndrome yang bernasib baik. Ia nyaris menjadi penghuni jalanan kalau saja tidak ditemukan oleh teman teman dari Komunitas Sastra Kalimalang. Komunitas ini didirikan oleh Ane Matahari yang telah meninggal dua tahun yang lalu.
Pao, sebenarnya adalah yatim piatu. Kedua orangtuanya telah lama meninggal dunia. Ia diamanatkan kepada keluarga ayahnya untuk diurus dan dipelihara. Ada rumah dan peninggalan orang tua yang juga dititipkan kepada wali tersebut.
Malang tak dapat ditolak, sang wali menguasai peninggalan orangtuanya. Sementara Pao terlempar ke jalanan tanpa makanan, tanpa tempat bernaung. Kalau ia berusaha pulang, ia diusir oleh keluarga walinya.
Komunitas Sastra Kalimalang yang dimotori oleh Penyair Irmansyah, menyelamatkan Pao, mengajak dan mendidiknya untuk menyukai sastra. Ia ternyata sangat menyukai puisi dan senang membacanya dengan penuh penghayatan.
Bahasa Pao, bahasa Tuhan
Satu hal yang menarik, tidak seorang pun yang mengerti bahasa apa yang digunakan Pao. Sebagaimana namanya, pemberian teman temannya karena dia hanya bisa bersuara aoh, berbicara lancar dengan kata kata aneh.
"Apa yang dia katakan, hanya dia dan Tuhan yang tahu," kata penyair Irmansyah yang memiliki ciri khas dengan membawa seruling.
Namun sejatinya, Pao sangat mengerti apa yang dikatakan orang lain. Ia menerima instruksi dan pengarahan Irmansyah dengan baik.
Kalau sedang manggung, Pao akan membacakan puisi hasil karyanya. Mimik, ekspresi dan intonasinya sangat mengesankan. Walaupun kita tidak mengerti satu kalimat pun, kita akan tahu bahwa puisi itu tentang kehidupannya.
Ada rasa haru dan takjub ketika mendengarkan Pao berpuisi. Dia seakan berkomunikasi dengan Tuhan. Apalagi puisi itu diiringi oleh suara seruling yang dimainkan oleh penyair Irmansyah.
Komunitas Sastra Kalimalang sudah membawa Pao beraksi di berbagai event. Bahkan KPK juga pernah mengundang mereka untuk memperlihatkan kemampuan mereka. Pao membuat banyak orang terkesan.
Dalam usia yang sudah 28 tahun, Aoh masih terlihat sangat muda. Tetapi ia tidak pernah bertingkah macam macam, karena semua perasaan tertuang dalam karyanya. Bahkan ia juga aktif di media sosial facebook dengan nama akun Iyan Slank.
Komunitas Sastra Kalimalang menjadi rumah dan keluarganya yang utama. Dia dikenal pemurah dan sangat peduli pada teman temannya. Sebaliknya, mereka juga menyayangi Pao seperti keluarga sendiri.
Meski menderita down Syndrom, Pao rajin beribadah. Kalau teman temannya sholat, ia juga bergegas menunaikan ibadah sholat. Ia juga mendengar nasihat dari teman temannya.
Pao dilarang keras mengemis atau mengamen di jalanan. Ia harus mencari uang dengan cara terhormat, dengan berkarya di bidang sastra.
Saya sangat salut kepada Komunitas Sastra Kalimalang yang telah 'memanusiakan' Pao, menjadikan seorang penderita down syndrome sebagai penyair.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar