Apa yang semula membawa saya menjelajah Turki adalah mencari jejak perahu Nabi Nuh AS di Turki. Waktu itu bulan Ramadhan , saya mendapat ilham untuk ke Turki. Allah membimbing saya untuk mengetahui salah satu bukti kebesaran dan kekuasaan Allah pada masa Nabi Nuh AS yang ternyata masih ada sampai sekarang. Entah bagaimana, saya mengikuti naluri untuk segera berangkat ke Turki.
Sebelumnya saya tidak tahu banyak tentang Turki, karena belum pernah ke sana. Namun dengan keyakinan penuh akan naungan-Nya, saya tekadkan hati untuk ke sana sendirian. Ini adalah salah satu perjalanan spiritual dimana saya menuruti perintah-perintah Allah untuk melihat bukti-bukti yang diberikan-Nya dan menambah keimanan saya kepada-Nya. Bulan suci Ramadhan adalah saat spesial untuk meng-upgrade diri dengan iman dan takwa. Dengan tetap menjalankan ibadah puasa, saya memulai misi spiritual ini.
Dengan menggunakan pesawat Qatar Airways saya berangkat ke Turki. Setelah transit dan ganti pesawat di Doha, saya terbang ke Istanbul dan turun di bandara Ataturk Havalimani. Dengan sedikit bingung saya bertanya-tanya sendiri, kemana saya harus pergi. Saya belum tahu ada kendaraan umun seperti kereta dan bus dari bandara. Jadi saya memanggil taksi dan minta diturunkan di Taksim Square. Saya dengar Taksim cukup strategis kemana-mana, jadi kalau memulai sesuatu, lebih baik dari sana.
Di Taksim Square, saya kembali bingung, mau bertanya agak susah karena ternyata banyak orang Turki yang tidak mengerti bahasa Inggris. Akhirnya saya duduk saja di dekat patung Ataturk sambil berdoa agar Allah memberi jalan. Tak disangka tahu-tahu ada sekelompok anak muda berjalan mengarah patung itu. Dari wajahnya saya yakin orang Indonesia. Benar saja, setelah dekat, mereka berbahasa Indonesia. Kami pun berkenalan, mereka adalah mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di sana.
Beberapa mahasiswa sudah senior tahu banyak tentang wilayah-wilayah Turki. Satu orang yg paling senior memberitahu cara untuk mencapai wilayah yang diduga ada perahu Nabi Nuh. saya mencatatnya dengan baik. Setelah itu kami berkeliling bersama-sama. Kebetulan ada beberapa mahasiswa muda yang juga baru datang ke Turki dan mendapat bimbingan para senior. Setelah itu kami mencari penginapan backpacker dan bermalam di sana.
Penginapan backpacker adalah pilihan paling murah, kami memilih satu kamar yang bisa berenam. Satu ruangan dengan tiga ranjang tingkat. Hanya saja kamar mandinya ada di luar, kalau kamar mandi dalam harganya lebih mahal. Untunglah kamar yang kami pilih adalah paling atas, tidak dipilih oleh wisatawan lainnya, jadi tidak banyak antrian ke kamar mandi.
Dogubeyazit
Pagi hari kami saling memisahkan diri. Saya hendak melanjutkan perjalanan mencari perahu Nabi Nuh. Sesuai petunjuk, saya ke terminal bus antar kota yang bernama Otogar. Di sana saya bisa mendapatkan bus yang menuju provinsi Dogubeyazit dimana fosil perahu berada. Bus-busnya besar dan terkesan mewah, tapi sayang tidak menyediakan toilet. Kalau mau buang air terpaksa menunggu bus mampir di rumah makan.
Ternyata butuh waktu sekitar 12 jam untuk mencapai kota Agri Dagi, Dogubeyazit. Tubuh rasanya sangat lelah, tulang-tulang serasa mau rontok. Baru terasa bahwa pertambahan usia memengaruhi stamina Saya tidak sekuat waktu muda dulu. Terminal bus di kota ini sepi setelah bus saya menurunkan penumpang. Rupanya jam operasional bus antar kota hanya sampai pukul 02.00 pm. Setelah itu harus tunggu pagi hari.
Gunung Ararat|http://www.memurlar.net
Karena saya lelah, saya beristirahat di salah satu penginapan. Saya sudah berkenalan dengan penduduk yang menjadi guide untuk turis. Bahasa Inggrisnya cukup lumayan, jadi dia bisa mengantar saya besok. Makanan untuk berbuka puasa pun dia yang menyediakan. Karena itu saya mengikuti saja rencananya untuk berkeliling sekitar kota ini. Dia juga sudah menyewakan mobil untuk saya gunakan, karena tidak ada angkutan umum ke sana.
senja di Agri Dagi|Zastavok.NET
Tidak seperti dugaan semua, lokasi fosil perahu Nabi Nuh bukan persis di atas gunung Ararat, melainkan di sebuah bukit yang tak jauh dari gunung itu sendiri. Bukit itu bernama bukit Jeudi. Ke sanalah saya dibawa. Mobil masuk ke halaman kantor atau pos tempat para wisatawan berkumpul dan mencari informasi. Saya dengan leluasa melihat-lihat seluruh isi kantor yang tidak seberapa besar.
Dari sebuah ketinggian di belakang kantor itu, guide menunjuk ke arah lembah di bawah. Di sanalah letak fosil perahu Nabi Nuh tersebut. Saya kemudian memandang fosil perahu Nabi Nuh sambil meresapi peristiwa banjir besar yang terjadi pada masa itu. Pada saat itulah saya merasakan jantung saya berdebar-debar. Ini adalah satu satu tanda-tanda kebesaran Allah bagi mereka yang beriman.
"Dengan menyebut nama Allah di waktu berlayar dan berlabuhnya, sesungguhnya Tuhanku benar-benar Maha Pengampun Lagi Maha Penyayang" (QS Huud 41)
Perahu Nabi Nuh
Mengapa perahu itu bisa berada di bukit Jeudi? Menurut guide yang mengantar saya, pada saat banjir besar terjadi, memang perahu Nabi Nuh berada di puncak Gunung Ararat. namun ketika air mulai menyurut, perahu terbawa air dan akhirnya terdampar di bukit ini. Dari atas terlihat bentuk perahu hanya tinggal dasarnya saja, dengan retakan di tengah, yang diduga patahan perahu karena terdampar membentur batu karang.
"Wahai Bumi, telanlah air, wahai langit berhentilah. maka ia pun surut dan kapalpun berlabuh di bukit Judi," (QS Huud 44).
Teringat saya pada firman Allah mengenai terhentinya perahu Nabi Nuh dalam ayat suci Alquran. Sesungguhnya semua telah diterangkan melalui kitab suci. Dan manusia baru mengetahuinya belakangan, terutama di zaman modern ini. Allah menyingkap sebagian rahasia-rahasiaNya untuk menunjukkan kekuasaanNya.
Saya kedinginan di dalam cuaca yang panas, seakan sesuatu menyelimuti tubuh ini. Dengan memberanikan diri saya turun menyururi bebatuan, mendekati fosil perahu tersebut. Tidak ada seorang pun yang melarang, Bahkan turis lain pun hanya memandangi saya dengan terpana. Di hadapan saya, seakan berdiri perahu Nabi dan Rasul utusan Allah, Nabi Nuh AS, yang mendapatkan perintah untuk menyelamatkan diri bersama orang-orang yang beriman.
Subhanallah. Hati ini hanya bisa menyebut nama Allah. Sungguh suatu karunia tak terhingga ketika Allah memberi kesempatan bagi saya untuk menyaksikan sendiri bukti-bukti kekuasaannya. Dada saya sesak dipenuhi oleh Dia. Dan saya pun menunduk dalam-dalam. Betapa kecilnya hamba ini di hadapan Yang Maha Kuasa. Dalam diam, jiwa saya menyatu dengan keheningan alam.
Ya Allah, aku hambaMu. Menjadi saksi atas kebesaranMu. Aku bersimpuh di hadapanMu dengan iman yang Kau tanamkan di dadaku. Tiada sekali-sekali aku berpaling dariMu. Laa Ilaaha Illallah Wallahu Akbar.
Artikel ini sudah saya tayangkan di kompasiana.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar