Diskusi Pemilu bersama KBR dan NLR (dok.kbr) |
Tak terasa tinggal hitungan hari kita akan melaksanakan Pemilihan Umum. Hajat besar demokrasi lima tahun sekali yang memberikan kesempatan pada setiap Warga Negara Indonesia untuk memilih wakil-wakil di DPRD/DPR. Selain itu juga untuk memilih calon pemimpin masa depan, Presiden dan Wakil Presiden.
Pemilu adalah hak dan kewajiban rakyat Indonesia. Hal ini termaktub dalam UUD 1945; Sesuai dengan ketentuan Pasal 22E Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pemilu untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, Anggota DPR, Anggota DPD, serta anggota DPRD diselenggarakan berlandaskan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.
Jelas bahwa hak dan kewajiban itu berlaku untuk semua warganegara Indonesia tanpa kecuali, termasuk mereka yang menyandang disabilitas. Mereka berhak memilih dan dipilih dalam Pemilu. Karena itu, kesempatan ini jangan sampai dilewatkan. Penyandang disabilitas dapat menggantung harapan untuk hidup yang lebih baik setelah Pemilu.
Nah, banyak yang abai terhadap hak dan kewajiban penyandang disabilitas. Mereka seakan tidak dilirik oleh lembaga manapun. Padahal disabilitas merupakan kelompok potensial dalam pemilu. Baik sebagai konstituen maupun calon legislatif.
Bagaimana dengan para penyandang disabilitas sendiri? Terutama mereka yang menjadi pemilih pemula ketika usianya menginjak remaja atau 17 tahun. Seberapa antusiasme mereka ketika menghadapi pemilu.
Rizal Wijaya (SS, dok.pri) |
Inilah yang disorot oleh KBR dan NFR. Untuk memahami hal itu, maka diselenggarakan diskusi melalui live streaming di YouTube pada hari Selasa, 28 November yang lalu. Beruntung saya mengikuti acara yang menarik ini. Rizal Wijaya dari KBR sebagai moderator, menghadirkan dua narasumber Kenichi Satria Kaffah, remaja penyandang disabilitas, dan Noviati, S.IP dari Pusat Pengembangan dan Pelatihan Rehabilitasi Bersumber Daya Masyarakat (PPRBDM).
Tantangan disabilitas
Noviati, aktif dalam isi pemberdayaan disabilitas sejak tahun 1978. Dia menyoroti berbagai hambatan yang dihadapil oleh remaja dengan disabilitas dalam Pemilu. Masyarakat (PPRBDM), melalui program untuk meningkatkan kualitas hidup mereka.
Menurut Noviati, salah satu tantangan utama adalah akses kesehatan yang minim, terutama bagi pasien kusta disabilitas. Pusat Pengembangan dan Pelatihan Rehabilitasi Bersumber Daya Prioritas Anak Disabilitas Indonesia (PADI), telah berupaya memberikan wadah pembelajaran dan koordinasi.
Perlu diketahui, semenjak tahun 2012, Pusat Pengembangan danPPRBDM) bersinergi dengan NLR Indonesia untuk memperluas pendampingan Prioritas Anak Disabilitas Indonesia (PADI). Disabilitas, tidak hanya berfokus pada aspek difabel dan OYPMK di berbagai daerah, seperti Kabupaten Tegal, Blora, dan Brebes. Program sebagai forum bagi orang tua dan anak kesehatan, tetapi juga memberikan pelatihan dalam bidang sosial budaya, olahraga, dan seni.
Suatu kenyataan yang memprihatinkan bahwa penyandang disabilitas masih sulit masuk dalam dunia kerja. Keluhan-keluhan dari para penyandang disabilitas membuat mereka terbatas dalam mengekspresikan diri. Berbagai persyaratan yang membuat mereka tidak dapat dan sulit diterima di dunia kerja. Dalam dunia kerja saja banyak yang menghadapi berbagai hambatan.
Suara disabilitas
Lalu bagaimana dengan pelaksanaan hak dan kewajiban dalam pemilu? Inilah pendapat dan pandangan dari seorang penyandang disabilitas.
Kenichi Satria Kaffah, remaja dengan disabilitas netra. Meskipun telah kehilangan penglihatan secara total sejak kelas 7, tak menyurutkan semangat Kenichi untuk terus belajar dan menimba ilmu. Kini status Kenichi adalah sebagai mahasiswa. Kenichi ,aktivis disabilitas dan terlibat dalam advokasi hak-hak disabilitas. Kali ini, ia akan mengalami sebagai remaja disabilitas dalam proses pemilihan umum.
Kenichi mengakui banyak teman-teman disabilitas yang apatis dalam memandang pemilu. Kenichi menyarankan, perlu edukasi, penyuluhan, dan pelatihan tentang visi misi, serta masa depan Indonesia. Meskipun ada undang- undang dan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) penyandang disabilitas, implementasinya masih belum maksimal.
“Hak politik penyandang disabilitas telah dijamin dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 2016 Pasal 13 yang mengatur tentang hak politik untuk penyandang disabilitas, dimana salah satunya adalah memberikan hak dan kesempatan yang sama untuk dapat ikut berpartisipasi politik dalam pemilu."
Sayangnya pemerintah dan lembaga terkait kurang peduli terhadap kebutuhan akses bagi penyandang disabilitas agar lebih mudah berpartisipasi dalam pemilu. Hal inilah yang seharusnya menjadi perhatian pada pemilu mendatang.
Berdasarkan pengalaman pada Pemilu sebelumnya, Kenichi mengutarakan bahwa lokasi Tempat Pemungutan Suara (TPS) seringkali tidak dapat diakses oleh disabilitas. Meskipun sudah dipetakan satu bulan sebelumnya, kondisi TPS tidak selalu mendukung aksesibilitas.
Untuk mengatasi hal ini, Noviati menekankan pentingnya pelaporan melalui posko pengaduan dan kepada Bawaslu jika ada ketidaksesuaian.
Acara diskusi KBR NLR (ss.dok.pri) |
Peran serta masyarakat umum
Keadaan yang dialami oleh teman-teman disabilitas tentunya menjadi perhatian kita semua. Tak ada salahnya jika semua anggota masyarakat memberikan dukungan kepada mereka agar bisa meminimalisir hambatan dalam melaksanakan hak dan kewajiban sebagai warga negara Indonesia.
Karena itu, alangkah baiknya kita, turut membantu penyediaan akses bagi penyandang disabilitas dengan mengimbau serta mengingatkan lembaga-lembaga terkait untuk menyediakan kebutuhan mereka. Ini juga sebagai bukti bahwa mereka bukan kelompok marginal, yang hanya dianggap sebagai pelengkap. Mereka adalah juga Warga Negara Indonesia yang kedudukannya sama di mata hukum dan negara.
Sosialisasi bisa dilakukan secara door to door, atau melalui pertemuan-pertemuan di balai desa. Selain itu juga dapat disebarkan lewat media mainstream dan media sosial. Ingatlah, suara mereka sangat berarti untuk turut andil dalam membangun negeri ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar