Selasa, 29 Oktober 2024

Hendro Yulius Suryo Putro Membumikan Robotik Untuk Anak Muda

Hendro merakit robot (dok.astrainternasional)

 

Hendro Yulius Putro punya cita-cita memperluas teknologi robotik untuk turut membangun Indonesia. Caranya, tentu saja dengan keahlian yang dia miliki. Sebuah obsesi yang terus berusaha diwujudkan. Meskipun butuh perjuangan, kesabaran dan memakan waktu lama, cita-cita tersebut dituangkan dengan mendirikan sekolah robotik Yayasan Adicita Wiraya Guna (AWG) Robotic Course di Surabaya.

Seiring dengan berjalannya waktu, sekolah itu kini memiliki banyak siswa berprestasi pada bidang robotika, baik di dalam dan luar negeri. Berkat usahanya memperkenalkan robot ke anak-anak, Hendro memperoleh penghargaan Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia tahun 2019.

Ternyata, alumnus Universitas Negeri Surabaya ini menjadi orang pertama yang menggagas ide ekstrakurikuler bidang teknologi robot di sekolah. Ide itu muncul setelah sekolah tempatnya mengajar hampir tutup karena kekurangan siswa. Melalui ekstrakurikuler robotika itu, Hendro berhasil mendongkrak nama sekolah SMP Islam Al Azhar 13 Surabaya. Ia kemudian diminta menjadi  wakil kepala sekolah.

Ekstrakurikuler ini berhasil meraih prestasi yang tidak main-main. Dengan mengikuti beberapa lomba dan event internasional tanpa kenal lelah. Terhitung satu tahun setelah ide tersebut muncul, Hendro menyabet penghargaan khusus di Olimpiade Robot Internasional yang saat itu berlangsung di kota Beijing, China.

Hendro dan perangkat robot (dok.astrainternasional)

Kesuksesannya itu membuat ia yakin bahwa setiap sekolah bisa membangun negeri lewat teknologi dan robot. Karena itulah ia mendirikan Yayasan AWG Robotic Course pun yang menjadi motor pengembangan robotik. 

"Masa depan adalah milik kita yang menyiapkannya sekarang. Kelak, peran teknologi akan mendisrupsi banyak hal," tegas Hendro. 

Sekarang, Yayasan tersebut berkembang pesat, telah memiliki lebih dari 400 siswa dan bekerja sama dengan 21 sekolah di Surabaya, Solo, Pasuruan, Gresik, Palu, hingga Sorong.

Awal mula ide Robotik 

Lelaki yang lahir Mojokerto, 18 Mei 1985 ini, memiliki pemikiran out of the box, wawasannya jauh ke depan, di luar jangkauan pemikiran banyak orang. la mengikuti perkembangan   zaman, seperti teknologi yang terus melesat dari waktu ke waktu.

"Bermula dari tahun 2007, ketika saya diterima bekerja di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Islam al-Azhar 13 Surabaya. Saya jadi guru mata pelajaran fisika," cerita Hendro lugas.

Hendro mengatakan bahwa waktu itu jumlah muridnya setiap tahun mengalami penurunan. Saat pertama kali ia mengajar, murid kelas VII cuma 6 orang. Lalu, murid kelas VIII ada 14 orang. Sedangkan murid kelas IX mencapai 32 orang.

"Dulu, mencari murid itu susah sekali.  20 orang saja, susahnya minta ampun," katanya menghela napas.

Akibatnya, pada awal tahun 2008, menjadi puncak seluruh kegelisahan. Sampai-sampai, pengurus yayasan ingin menutup SMP Islam al-Azhar 13. Hendro tidak rela bila hal itu terjadi. Dengan penuh keyakinan, Hendro bergegas menawarkan sebuah solusi sebagai bentuk kepedulian.

Dengan penuh keberanian, Hendro  lulusan jurusan fisika Universitas Negeri Surabaya (UNESA, 2006) ini berseru lantang, "Saya siap berjuang. In Insyaallah bisa. Minimal dapat murid 20 orang."

Ternyata gayung bersambut, Hendro tak ingin menyia-nyiakan kepercayaan yang diberikan oleh pihak yayasan. Ikhtiar yang ia kerjakan secara total selama sekira 5 bulan berbuah kabar yang menggembirakan. Tahun ajaran baru 2008, SMP Islam al-Azhar 13 mendapat murid 20 orang. 

"Alhamdulillah, sesuai harapan," ungkapnya bersyukur.

Putra dari pasangan Gatot Supriadi dan Siti Aminah ini mendapat amanah baru sebagai wakil kepala sekolah. Apalagi susahnya mencari murid masih menjadi masalah utama sekolah yang dipimpinnya. Karena itu, Hendro berinisiatif mencari jalan keluar yang benar-benar mampu menuntaskan persoalan itu.

"Nah, tahun 2010-2011 ramai-ramainya Kontes Robot Indonesia (KRI). Kalau nggak salah, tahun 2010, KRI pernah diadakan di Kampus ITS. Waktu itu, saya lihat, kok asyik ya. Seru. Kemudian saya mikir, ini kan brand-nya teknologi. Sudah mulai akan tergantikan fungsi-fungsi pekerjaan manusia menjadi robot," jelasnya mengenang.

Sepulang dari acara KRI, Hendro mendapat ilham  untuk membuat program bidang teknologi, supaya menghasilkan karya yang baik. Program ini harus bisa diterima oleh masyarakat dengan baik. Dan yang paling utama adalah mampu mendongkrak nama sekolahnya.

Kemudian ia memutuskan  membuka ekstrakurikuler (ekskul) robotika tahun 2011. Padahal, dia belum memahami secara mendalam tentang robotika.

Berusaha keras mencari Mentor Robotika

Hendro menyadari bahwa dirinya tak mengerti sama sekali seluk beluk dunia robotika. Karena itu, ia harus mencari mentor khusus. Kebetulan Hendro dapat rekomendasi seorang mahasiswa  jurusan fisika. Karena waktu itu belum mengerti tentang robotika, maka, ia menerima mahasiswa tersebut menjadi mentor ekskul robotika SMP Islam al-Azhar 13 Surabaya.

Untuk pertama kalinya, murid-murid diajari membuat Robot Land Flower (Penyiram Tanaman) menggunakan analog, bukan sensor.

"Anak-anak bisa nyolder. Robot bisa jalan mengikuti garis lintasan. Lihat anak-anak bisa melakukan hal itu, saya ikut senang. Bahagia sekali. Lalu, saya tantang guru robotika ini agar mengikutsertakan anak- anak dalam lomba robotika sampai dapat juara. Harapannya supaya bisa membangun nama baik sekolah," tuturnya.

Namun keberuntungan belum memihak murid-muridnya. Tim perdana yang diikutkan lomba robotika untuk pertama kalinya kalah. Selain itu, Hendro juga tak dapat mendampingi mereka karena harus menghadiri kegiatan lain di Pasuruan, Jawa Timur.

Hendro bersama anak-anak (dok.hendro)


Tidak patah arang, pada Oktober 2011, beberapa tim diberangkatkan untuk mengikuti lomba robotika. Lokasinya bukan lagi di Kampus UNAIR Surabaya. Tetapi di SMP Negeri 4 Jombang. Hendro pun ikut mendampingi.

"Robot Line Follower kompetitor jalannya banter-banter (kencang). Ibaratnya, kualitas robotnya bagus-bagus. Sementara, kita bawa 2 sensor robot yang jalannya gedhek-gedhek. Pelan banget. Bahkan untuk menyelesaikan 1 misi saja tak mampu. Dari situ, saya minta mentor supaya mengajari anak-anak membuat robot seperti milik kompetitor, tapi ia tak sanggup dan mengundurkan diri," jelasnya.

Setelah mentor pertama gagal memenuhi target yang disepakati, ia pun segera mencari pengganti.  Kampus Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS), yang tak jauh dari lokasi AWG Robotica Course menjadi target utama suami dari Anis Kusuma ini, dalam berburu mentor yang kedua.

"Padahal, saya nggak tahu harus menemui siapa. Pokoknya jalan saja. Pikiran saya waktu itu masak nggak ada UKM-UKM robotika di sana," Hendro tersenyum .

Setelah berjalan tanpa arah serta tujuan di Kampus PENS, ketika menyusuri lantai 2 sebuah gedung ia mendapati ruangan dengan pintu yang sedikit terbuka. Di pintu terdapat tulisan, "Selain Crew Dilarang Masuk".

"Karena penasaran, saya dekati, melihat sekilas ke dalam ruangan. Ada banyak sekali robot. Saya beranikan diri masuk. Ternyata ada orang. Dia kaget sebab saya muncul tiba-tiba," kenangnya tertawa.

Dari situlah, Hendro mendapat rekomendasi lagi. Namanya Rodik. Mahasiswa PENS jurusan robotika. "Kami pun   membuat kesepakatan," katanya.

Hendro mulai bisa bernapas lega. Sensor robot semula lelet, menjadi sangat laju, oleh Rodik berhasil diubah menjadi lumayan cepat. la mengamati, jika teknologi yang digunakan antara mentor pertama dengan mentor keduanya jauh berbeda.

Hendro dan murid-murid (dok.hendro)


"Nah, April 2012, ada lomba robot pembersih sampah di ITS Expo. Kami ajari anak-anak bikin robot untuk ikut lomba tersebut. Alhamdulillah mendapat juara pertama, itu pertama kalinya dilatih Mas Rodik. Saya bahagia sekali. Termasuk anak-anak. Apalagi orangtuanya. Pihak yayasan pun  sangat bangga" urainya.

Kerjasama antara Hendro dan Rodik, menjadikan kemampuan murid-murid ekskul robotika pun semakin melejit. Mereka tidak sekadar bikin robot analog, tetapi juga mulai belajar pemrograman robot atau

Berbagi Ilmu 

Hendro tak ingin kesuksesan yang diraihnya dalam mem-branding sekolah lewat teknologi, hanya dirasakan oleh SMP Islam al-Azhar 13 Surabaya. Namun, juga sekolah-sekolah lainnya di Indonesia. 

"Kebetulan Mas Rodik punya teman, yang sudah lama memiliki CV bernama AWG Market dan bergerak di bidang pengadaan barang-barang elektronik. Kami ajak berdiksusi buat mendirikan lembaga kursus robotika. Tetapi ternyata nggak bisa pakai CV. Harus bikin yayasan," papar Kepala Sekolah SMP Islam al-Azhar 13 Surabaya (2016-2019) ini.

Setelah yayasan didirikan 2016,  ia mengurus izin operasional AWG Robotica Course, Hendro bergerilya ke sekolah- sekolah lain untuk menawarkan kerja sama, entah dalam bentuk pelatihan atau pengadaan robot. Tergantung kebutuhan masing-masing sekolah.

Hendro menerangkan,"Dulunya, awal-awal yang kita tembak masih sekolah-sekolah al-Azhar. Seperti SDI al-Azhar 11, SDI al-Azhar 35. Setelah al-Azhar tuntas, baru ke sekolah lain seperti al-Hikmah dan sebagainya."

Sejak izin operasional keluar tahun 2017 sampai sekarang, sudah ada 21 sekolah, yang menjalin kerja sama dengan AWG Robotica Course. Kebanyakan memang sekolah di Surabaya. Di luar itu ada yang dari Mojokerto, Jombang, Pasuruan, Bojonegoro, Solo, Palu, Gresik, serta Sorong. Total jumlah muridnya mencapai 389 orang.

"Nah, khusus yang Sorong dan Palu, gurunya datang ke Surabaya selama 2 bulan. Selama itu, kita berikan pelatihan. Untuk sekolah-sekolah yang bisa kita jangkau, yang dilatih murid-muridnya. Dan kurikulumnya semua dari kita," tambah Hendro.

Selain berbagi ilmu, ayah dari Nur Hamida al-Latifa serta Nur Hamida al- Kamila ini ingin membangun kesadaran pada generasi muda agar melek terhadap teknologi. Bukan lagi sekadar menjadi pengguna, tapi lebih dari itu sebagai pencipta berbagai perangkat teknologi yang dapat memberikan manfaat bagi masyarakat luas.

Menurut Hendro, di antara manfaat dari belajar programing menghasilkan kran air dengan sensor khusus. Jadi, kita nggak perlu lagi memutar kran, tinggal taruh tangan di bawah kran, air akan mengalir sendirinya.

Selain dilirik berbagai sekolah di Indonesia, kiprah Hendro dalam bidang teknologi, juga mampu membuat PT. Astra Internasional Tbk simpatik. la pun didapuk sebagai salah satu dari 6 penerima apresiasi SATU Indonesia Awards 2019. Sebuah ajang menjaring generasi muda yang kreatif, inovatif, dan berpotensi membawa perubahan di tengah masyarakat.




Hendro Yulius Putro (dok.astrainternasional)


Minggu, 27 Oktober 2024

Bangga pada Nodeflux, Karya Teknologi Anak Bangsa

 

Kantor Nodefluk (dok.pri)

Artificial intelegence menjadi sesuatu yang fenomenal dalam beberapa tahun terakhir. Saya terperangah dengan kemajuan teknologi ini dan berusaha mencari tahu, terutama dalam kaitannya dengan pemanfaatan sebagai content creator. Tadinya saya mempelajari AI yang datang dari negara-negara maju. Tidak saya sangka ternyata Indonesia telah memiliki start up di bidang AI. 

Sejarah Indonesia dalam dunia teknologi tertoreh ketika Meidy Fitranto bersama Faris Rahman mendirikan startup teknologi berfokus pada kecerdasan buatan, artificial intelligence (AI), Nodeflux pada bulan Januari 2016. 

"Saat itu, Nodeflux memiliki kantor kecil menyewa rumah di Jalan Kemang dalam," cerita Meidy kepada penulis di kantor Nodeflux di kawasan Kemang, Jakarta Selatan. 

Dalam perhitungan bisnis, Meidy menilai saat itu sudah lebih mudah bagi sebuah startup untuk berdiri, mengingat telah banyak kisah sukses dari startup pendahulu yang kini telah menjadi unicorn.

"Sebenarnya ekosistem startup di Indonesia lebih cenderung growing, untuk investor, untuk market, confidence levelnya sudah cukup tinggi," ujar Meidy.

Meidy memilih fokus pada pengembangan deep learning computer vision, menurut Meidy, pihaknya melihat adanya momentum yang baik, sebab Indonesia masih menjadi pasar yang baru untuk adopsi teknologi tersebut.

Meidy sedang menjelaskan (dokpri)

"Sementara, teknologi tersebut secara global masih terus berkembang dengan penemuan baru, sehingga masih banyak area menarik untuk dicoba eksplorasi", kata Meidy.

Pria kelahiran Jakarta tahun 1988 itu tak memungkiri bahwa modal selalu menjadi kendala saat memulai bisnis. Namun, hal itu bukan yang utama.

Bisnis bidang teknologi 

Menemukan ide bisnis, menurut Meidy, menjadi proses panjang. Selanjutnya, menurutnya, mencari jalan untuk mengeksekusi ide tersebut juga menjadi tantangan lain.

"Tapi semakin sering kita berpikir tentang idenya, frekuensi kemunculan ide semakin lebih banyak, dan itu menjadi probability untuk menemukan yang pas, itu yang kita lakukan," kata Meidy.

Pada 2017, Nodeflux sempat berubah haluan bisnis, dari platform analitik bergeser pada perusahaan Vision Al, sebelum akhirnya masuk pada tahap eksekusi. Pada tahun yang sama, Nodeflux mendapat pendanaan awal dari PT Telkom Indonesia.

Selanjutnya, pada tahap eksekusi, kedua founder Nodeflux yang memliki latar belakang Teknik Industri Institut Teknologi Bandung juga merasakan banyak tantangan, mulai dari menemukan klien ataupun market yang tepat, soal menyeimbangkan keuangan, hingga mendapat talenta digital untuk mengembangkan produk.

Hingga akhirnya kedua pendiri yang berteman sejak di bangku SMP itu menghadirkan VisionAire, yang secara teknis merupakan "otak dasar dari implementasi Al Nodeflux.

VisionAire dikembangkan dengan teknologi kecerdasan mesin untuk impelementasi Al di semua fungsi analitik maupun penerapannya dalam menghadirkan solusi untuk menyelesaikan masalah yang ada di masyarakat.

Teknologi VisionAire dapat digunakan pada sumber perangkat keras apa saja, baik itu CCTV, webcam, ponsel, kamera atau lainnya. Banyak jenis aturan logika yang dapat diterapkan, bahkan dapat dikustomisasi khusus hanya untuk proses bisnis atau kebutuhan klien.

Produk dan layanan Nodeflux mencakup berbagai sektor tidak terbatas pada smart city, termasuk pertahanan dan keamanan, manajemen lalu lintas, manajemen tol, analitik toko (grosir dan eceran), manajemen aset dan fasilitas, serta iklan dan transportasi.

Nodeflux memulai tahun 2018 dengan East Ventures bergabung dalam pendana perusahaan rintisan tersebut. Pada tahun yang sama Nodeflux juga bekerjasama dengan Polri, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, Jasa Marga untuk implementasi teknologi,

Teknologi AI, pengenalan wajah di cctv (dok.nodeflux)

Berbagai solusi yang dihadirkan Nodeflux di antaranya teknologi pengenal wajah, penghitung dan klasifikasi kendaraan untuk membedakan motor ataupun jenis kendaraan berukuran kecil, menengah dan besar, hingga pendeteksi muka air, yang menunjang solusi smart city.

Saat ini Nodeflux terus mengembangkan berbagai produk sebagai solusi isu-isu populis yang masih menanti untuk dipecahkan. Antara lain pengelolaan sampah, pendataan kendaraan, keamanan, manajemen lalu-lintas, hingga layanan kota pintar terpadu (smart city).

Teknologi face recognition Nodeflux juga tercatat berkontribusi dalam kesuksesan acara-acara penting berskala internasional yang turut mengharumkan nama bangsa dan kebijakan krusial. Nodeflux juga terlibat dalam kegiatan pengamanan Asian Games 2018 dan IMF-World Bank Group Summit 2018.

Begitu pula dengan event Asian Games 2018 di Jakarta-Palembang, IMF-World Bank Group Annual Meeting 2018 di Bali, serta integrasi data kependudukan pertama di Indonesia menggunakan face matching technology secara menyeluruh oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil.

Persaingan internasional 

Pada 2018, Nodeflux juga secara resmi menjadi bagian dari program NVIDIA-Metropolis Software Partner Program (Nvidia-MSPP). Nodeflux merupakan perusahaan Al Indonesia pertama yang masuk dalam daftar ini, bersama 24 perusahaan Al papan atas dari seluruh dunia.

NVIDIA-MSPP adalah program pemanfaatan Al dan deep learning dalam menjaga keamanan kota serta bertransformasi menjadi smart cities. Menjadi partner software dari perusahaan prosesor asal Amerika Serikat, Nvidia, menurut Meidy, membuka pintu lebar terhadap teknologi terkini, sekaligus menempatkan Nodeflux bersama brand Al dunia.

Usaha Nodeflux untuk menyejajarkan Indonesia di perpetaan persaingan Al dunia tidak hanya sampai di situ. Nodeflux berhasil meraih peringkat ke-25 untuk penilaian algoritma pemrograman dari Face Recognition Vendor Test (FRVT) di bulan September 2019 dari National Institute of Standards and Technology (NIST).

"Nodeflux itu satu satunya company dari indonesia yang sudah tervalidasi di proses testing di NIST. Di Asia Tenggara pun cuma ada empat, dan kita satu satunya dari Indonesia. Kita berusaha lihat area menarik dan membuktikan kompetensi kita di area mana untuk bisa menghasilkan quality services yang enggak mainan tapi world class delivery," ujar Meidy.

NIST merupakan lembaga standardisasi dan salah satu laboratorium bidang sains dan teknik tertua di Amerika Serikat, berada di bawah kendali Departemen Perdagangan pemerintah Amerika Serikat. Tujuannya adalah untuk menciptakan kompetisi unggul dalam perkembangan teknologi di seluruh dunia.

Nodeflux bersaing dengan lebih dari 90 perusahaan teknologi Al terkemuka di dunia, termasuk dari China dan Rusia, di kategori yang sama.

"Di Indonesia sebelumnya lebih banyak produk dari China, AS, Israel, bagaimana cara

Nodeflux bisa sejajar dengan mereka karena kita bermain di lapangan tanding yang sama, kita melakukan rules of the game yang sama, untuk mengetes produk kita sendiri di level benchmark yang sama," ujar Meidy.

Meski saat ini Al dengan teknologi face recognition sebagai salah satu bentuk implementasi, yang dapat digunakan di CCTV atau sistem absensi misalnya, menjadi kian banyak digunakan, Meidy melihat banyak produk asing yang mengatasnamakan karya anak bangsa.

"Konteks intelektualnya, jangan sampai beli dari luar tapi dibordir dengan nama Nodeflux misalnya, terus kita bilang itu punya Nodefux itu jangan. Akhirnya proses inovasi jadi proses inovasi naruh stempel," ujar Meidy.

Sehingga, menurut Meidy, edukasi menjadi penting saat ini. Selain talenta digital yang masih menjadi persoalan bagi Nodeflux, yang 60 persen karywannya merupakan penggerak inovasi teknologi atau engineer.

Eksistensi di tengah pandemi

Meski dengan keterbatasan talenta digital, Nodeflux mampu berinovasi di tengah pandemi Covid-19 untuk menghadirkan solusi yang mampu memantau proses pemantauan mobilitas publik secara otomatis. 

Seiring dengan kebijakan jaga jarak fisik, berbagai tantangan muncul, misalnya, pemantauan arus kendaraan di jalan-jalan tertentu tanpa harus menurunkan petugas di lapangan selama 24/7, pemantauan perilaku masyarakat yang tidak mematuhi jarak aman atau yang tidak mematuhi peraturan untuk memakai masker di luar rumah.

Nodeflux menghadirkan berbagai solusi berbasis teknologi Al Computer Vision bernama Nodeflux VisionAlre yang mampu mendeteksi dan menghitung kepadatan manusia, mendeteksi adanya jarak antar manusia kurang dari 1 meter dan mendeteksi adanya manusia yang tidak mengenakan masker.

Penulis bersama Meidy (dok.pri)

"Kami telah bekerjasama dengan Pemprov DKI Jakarta dan Jawa Timur. Di Jawa Timur kami telah melakukan uji coba Al untuk penetapan protokol kesehatan yang memantau apakah masyarakat menggunakan masker atau tidak," kata Meidy.

Selain solusi manajemen perkotaan, Meidy melihat adanya permintaan yang tinggi terhadap sistem electronic Know your Customer (eKYC) pada layanan perbankan dan financial technology (Fintech), dalam masa pandemi saat ini.

Sistem eKYC membuat proses verifikasi calon nasabah menjadi lebih mudah, sebab KYC manual dapat memakan lebih banyak waktu dan terganjal sejumlah permasalahan.

"Manual cek prosesnya tidak instan, banyak permintaan di situ (eKYC), kalau manual cek problemnya bisa jadi KTP palsu. Dan, ini demand-nya cukup naik," kata Meidy.

Saat ini, Nodeflux telah memiliki 80 karyawan. Meidy melihat industri teknologi bidang Al terus berkembang, terlebih pertumbuhan ekonomi Indonesia membuat investor tergiur untuk menanamkan modal.

"Perkembangan teknologi ini sangat menarik. Ini bukan cuma di Indonesia, tapi seluruh dunia karena growth cukup besar dan sangat menjanjikan, implementasinya cukup besar," Meidy menambahkan. 

Nodeflux, startup artificial intelligence asli Indonesia, meraih penghargaan 9th SATU Indonesia Award yang diselenggarakan oleh Astra International di rangkaian IdeaFest 2018 yang digelar di Jakarta.

Meidy berharap lewat penghargaan yang didapat ini, potensi anak bangsa akan lebih diakui. Kami berharap hal ini menjadi bukti untuk seluruh pihak supaya semakin percaya kekuatan pemuda Indonesia dalam membangun bangsa,.

Penghargaan yang diterima Nodeflux (dokpri )


Bagaimana Bambang Sardi Mengolah VCO

 

Bambang Sardi bersama kelompok ibu-ibu (dok.bambangsardi)

Sudah tahu dong produk VCO atau minyak kelapa murni? Nah ternyata prosesnya tidak mudah. Bambang Sardi, yang berasal dari Paku, Sulawesi Tengah, telah mengalaminya, mengolah kelapa menjadi minyak murni butuh tiga tahun melakukan riset hingga menciptakan Virgin Coconut Oil (VCO) tersebut.

Beberapa kali ia mengalami kegagalan. Dalam proses 2015, 2016, 2017 produk tidak terbentuk. Perjuangan Bambang Sardi tidak sia-sia. Setelah tiga tahunan melakukan penelitian, akhirnya minyak kelapa murni yang diimpikan tercapai.

Bambang bercerita, inovasinya ini bermula ketika melihat potensi besar kelapa di Sulawesi Tengah, khususnya di Kabupaten Parigi Moutong. Berbekal teknik kimia yang didapat dari bangku kuliah, dia berusaha mencari cara agar bisa mengolah kelapa- kelapa tersebut menjadi produk yang bisa memberikan kontribusi lebih besar bagi perekonomian masyarakat.

"Dari situ kami terus melakukan uji coba mana metode terbaik, yaitu fermentasi dengan VCO ini," ujar dosen dari Fakultas Teknik Kimia, Universitas Tadulako, Palu ini.

Menurut Bambang, produk minyak kelapa murninya ini telah tersebar di sejumlah daerah Indonesia. Bahkan ada juga permintaan ekspor ke luar negeri. Dengan memberdayakan masyarakat, produksi minyak kelapa murni itu telah mencapai 200 liter perbulan yang dibanderol dengan harga Rp35-Rp50 ribu per 250 mili liter untuk memenuhi pasar lokal.

Bambang Sardi mengembangkan usaha di Kabupaten Sigi, Donggala, Parigi dan Kota Palu. Targetnya, hasil riset tersebut menjadi industri besar di Sulawesi Tengah. Berkat usahanya itu Bambang Sardi meraih pemenang dalam program SATU Indonesia award asal Sulteng dari PT Astra Internasional Tbk, pada tahun 2017 lalu.

"Tidak ada bahan yang disebut limbah. Bagi saya semuanya mutiara," tegasnya.

Pentingnya penelitian

Bambang Sardi yakin akan hasil sebuah penelitian. Baginya kekuatan pengetahuan dan teknologi dapat memberikan manfaat terhadap kehidupan manusia. Sekalipun dari sesuatu yang dianggap limbah oleh banyak orang.

Sebagai contoh, pemanfaatan blondo. Residu atau bahan sisa sari pembuatan Virgin Coconut Oil (VCO) ini dimanfaatkan jadi biskuit bagi balita. Kandungan gizinya yang tinggi dipercaya dapat digunakan dalam intervensi mencegah tengkes alias stunting.

Penelitian ini dilakukan oleh Bambang Sardi di bawah bendera Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Tadulako, bersama Badan Perencanaan Pembangunan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Bappelitbangda) Kabupaten Parigi Moutong.

Sebelum melakukan penelitian pemanfaatan blondo sebagai bahan biskuit balita, pria kelahiran Wakatobi, 37 tahun lalu, ini awalnya secara beruntun melakukan penelitian khususnya pada pengelolaan tanaman kelapa. Penelitian ini menghasilkan inovasi bermanfaat bagi pemberdayaan masyarakat di Sulawesi Tengah.

"Dulu metode pengolah tanaman kelapa tidak semasif sekarang. Sehingga kualitas produk kita kurang bagus. Dan hasil harga kelapa belum cukup memenuhi kebutuhan hidup petani," ceritanya.

Dasar penelitian

Bambang mengisahkan pada tahun 2008, saat masih menjadi mahasiswa program sarjana (S1), beberapa kali dia membantu penelitian dosennya. Banyak riset yang dilakukannya langsung di lapangan. Tak hanya sekadar berkutat di dalam laboratorium.

la mengunjungi daerah-daerah, berkumpul bersama masyarakat di pedesaan, dan mengolah data dan informasi. Salah satu konsentrasi penelitiannya memang saat itu hendak mengembangkan tanaman kelapa.

Proses riset ternyata berjalan tak mudah. Sebab tak semua bahan baku tanaman kelapa tepat dijadikan VCO. Mencari kelapa yang bisa menghasilkan VCO berkualitas bagus juga bukan pekerjaan gampang. Padahal kualitas sumber bahan baku sangat penting.

Penghasil VCO (dok.bambangsardi)

Pada Tahun 2014, Bambang ke Kota Palu untuk menjadi tenaga dosen di Fakultas Teknik, Univeritas Tadulako (Untad). Bagaimana pun Bambang tidak mau hanya sekadar menjadi seorang pengajar, tanpa menghasilkan sesuatu bernilai lebih, Bambang kembali menekuni penelitian. la ingin memberi kontribusi membangun daerah dengan bekal pengetahuannya.

la bertukar pikiran dengan para mahasiswanya. Tanaman kelapa menjadi topik utama. Seorang mahasiswa memberi informasi tanaman kelapa di Desa Silanga, Parigi Moutong. Selama akhir pekan, ia mengisi hari liburnya dengan berkunjung desa yang dimaksudkan. Di sana ia mendapati petani hanya mengolah tanaman kelapa menjadi kopra. Sementara harga dari penghasilan kopra cenderung fluktuatif.

Bambang kemudian memperkenalkan pengolahan VCO berbekal riset yang pernah dilakukan bersama dosennya dulu. Respon baik diterimanya dari warga setempat dan pembuatan VCO dengan metode baru pun dilakukan.

VCO dari tanaman kelapa yang diambil langsung dari petani Desa Silanga ternyata menghasilkan kualitas bagus. Terdapat kandungan asam laurat di atas 50% dengan konversi daging kelapa menjadi VCO sebesar 12,5%. Asam lemak ini terdapat kandungan yang memiliki manfaat sebagai sifat antibakteri, antivirus, dan antijamur.

Produk sampingan VCO

Produk VCO saat ini banyak dimanfaatkan oleh industri kesehatan, farmasi, dan kosmetik. Proses pembuatannya menggunakan metode fermentasi anaerob yang dilakukan tanpa pemanasan dan penambahan bahan kimia. Jadinya produk yang dihasilkan dapat memenuhi spesifikasi industri. Nilainya juga berlipat ganda lebih tinggi dengan minyak kelapa biasa.

Kelebihan inilah yang membuat Bambang fokus dalam pembuatan VCO dengan melibatkan masyarakat. Dia pun membagi pengetahuan seputar pengolahan kelapa.

Untuk menghasilkan kualitas VCO yang baik, Bambang menemukan bahan kelapa yang dipilih haruslah berasal dari varietas dalam. Agar menghasilkan santan yang baik, proses pemerasan kelapa harus menggunakan air dari kelapa itu sendiri.

"Tanaman kelapa dengan jarak tanam 0-400 mdpl. Kelapa yang baik dalam pembuatan VCO sebaiknya dekat dengan laut. Kemudian parut yang digunakan harus tumpul agar daging kelapanya halus sehingga menghasilkan santan lebih banyak," jelas Bambang.

Blondo (dok.bambangsardi)

Bahan sısa darı VCO, yang disebut blondo, dimanfaatkan untuk pembuatan biskuit. Blondo ini mirip sisa pembuatan minyak kelapa yang disebut dengan taiminya. Pengembangan dari produk olahan VCO yang berupa biskuit blondo ini lantas menjadi bahan penelitiannya. Utamanya soal kandungan gizi.

Bambang mengungkapkan penelitiannya menyimpulkan adanya perbedaan signifikan tinggi badan balita sebelum dan sesudah dilakukan intervensi biskuit blondo. Rata- rata tinggi badan balita setelah intervensi (pemberian biskuit blondo) sebesar 0,81 cm. Peningkatan rata-rata berat badan balita sebesar 0, 43 ka setelah pemberian

Setelah sukses dengan inovasi biskuit blondo, Bambang melakukan penelitian dengan bahan lainnya. Bukan lagi seputar kelapa, namun merambah ke batu bara. Hasil penelitiannya yang berlangsung selama tiga tahun itu ia tuangkan dalam buku berjudul Pirolisis Batubara Peringkat Rendah.

Batu bara dapat diolah menjadi bahan bakar cair dan gas melalui metode pirolisis tanpa oksigen dengan bantuan microwave. Dengan memakai metode pembakaran tanpa oksigen ini hasil pembakaran dari batu bara tidak menghasilkan karbondioksida. Intinya, tak menghasilkan polutan yang merusak lingkungan. Bambang mengklaim hal ini baik untuk bagi warga bumi menuju nol emisi karbon.

Bambang Sardi dan buku karyanya (dok.bambangsardi)



Senin, 21 Oktober 2024

Dewis Akbar dan Gamelan Dalam Komputer

Dewis Akbar (dok.ipb)

 Belajar gamelan melalui komputer? Apa sih yang tidak bisa dilakukan di zaman sekarang. Seiring dengan perkembangan teknologi, maka musik tradisional pun bisa direkayasa melalui komputer.

Pemrakarsanya adalah Dewis Akbar, laki-laki jebolan  Institut Pertanian Bogor (IPB). Dialah orang yang lebih memilih jadi guru Sekolah Dasar dibandingkan dengan bekerja di perindustrian. Dewis Akbar menyadari bahwa ilmunya lebih dibutuhkan di kampungnya, Garut,  daripada industri di perkotaan.

Kenyataannya, Garut memang masih termasuk 10 kabupaten/kota dengan penduduk di bawah garis kemiskinan. Meskipun di antara kesibukan sebagai petani teh di Garut, Kang Dewis (panggilan akrab) menyempatkan diri untuk memberikan kursus Ekstra kurikuler bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi kepada siswa-siswi di  SD Garut.

Hal tersebut, pernah disampaikan Dewis saat menjelaskan di sebuah kantor Civil Society Organization (CSO) atau organisasi nonpemerintah, Commonroom beberapa tahun lalu.   Dewis Akbar juga memanfaatkan sepeda motornya menjadi laboratorium komputer mini. 

Boleh dikatakan Dewis merupakan penggagas Mini Laboratorium On Bike di Kota Garut. Tanpa mengenal lelah, Dewis rela berkeliling dari sekolah ke sekolah untuk mengajarkan Teknologi Informasi dan Komunikasi kepada siswa di beberapa Sekolah Dasar, khususnya yang berada di area Regol Kota Garut.

Dewis dalam ruang komputer (dok.youtube Astra)

Ruang komputer 

Untuk mewujudkan obsesinya membuat siswa-siswi  melek teknologi komputer, Dewis mengubah ruangan  dengan luas 6x6 meter di SDN Regol 10 Kota Garut. Ruangan tersebut dijadikan  sebuah laboratorium komputer mini. Sejak 2014 ia menjadi Guru Ekstrakurikuler di SD tersebut, yang memang belum pernah memiliki laboratorium. Bahkan komputer hanya  digunakan untuk keperluan administrasi sekolah. Mata pelajaran TIK pun nyaris tanpa praktik sehingga belajar menjadi membosankan.

Saat komputernya bertambah menjadi tiga unit, kang Dewis terkendala dalam memaksimalkan pembelajarannya. Anak-anak hanya bisa belajar Microsoft office. Padahal seharusnya, anak- anak era digital mempelajari banyak ha. Terutama teknologi informasi yang terus berkembang. Menyadari keterbatasan tersebut, ia kemudian mendirikan kelompok ekstrakurikuler yang ia namakan dengan STEAM Club. STEAM Club adalah singkatan dari Science, Engineering, Art, & Math Club. Technology,

Melalui Club eskul ini, Dewis berusaha mengajarkan pembelajaran coding untuk anak-anak kelas lima. Selain coding, anak-anak juga belajar membuat program atau aplikasi. Namun, tantangan pertama adalah, kesulitan mengajarkan komputer kepada anak-anak yang tidak memiliki komputer. Untuk mengetikkan satu kalimat saja susah. Hal ini tentu berbeda dengan saat mengajarkan komputer kepada anak yang di rumahnya sudah memiliki komputer.

Namun Dewis tidak menyerah, kesulitan itu malah menjadi pemacu semangat bagi Dewis.  Dia melihat semangat anak-anak untuk belajar TIK. Melalui klub tersebut  para siswa pun mulai belajar pemrogaman, ia pun membuat projek pertamanya yaitu Saron Simulator, yaitu aplikasi android untuk belajar bermain gamelan. Saron simulator dimainkan seperti alat biasa, yaitu melalui alat-alat yang terbuat dari papan dan aklirik serta rekaman suara.

Laboratorium mini

Dari STEAM Club tersebut juga, ia menciptakan laboratorium komputer yang dinamis, mobile, bisa bergerak kemana-mana yang disebut  MiniLab On Bike. MiniLab On Bike pun menjadi organisasi yang didirikan Dewis untuk mendorong Pendidikan anak dalam bidang ICT. 

Dewis sendiri membuat MiniLab Kom terinspirasi dari perpustakaan keliling. Sementara untuk laboratorium yang dimaksud adalah menggunakan kontainer plastik yang menjadi tempat penyimpanan monitor, ini  terinspirasi dari penjual donat.

Simulasi gamelan dalam komputer (dok.youtube Astra)

Laboratorium komputer mini yang ia ciptakan menggunakan aplikasi yang ia beri nama Raspberry Pi. Melalui MiniLab Kom ia bisa berkeliling ke setiap sekolah yang ada di Garut. Saat menyelenggarakan workshop ia bisa melakukan simulasi terhadap siswa. Ternyata, banyak yang berminat, tadinya ia ingin membatasi hanya 30 siswa per sekolah, justru jumlah peserta hampir 2 kali lipat untuk mengikuti workshop-workshopnya.

Pameran 

Dewis pun sukses membawa anak-anak didiknya untuk ikut pameran pada kegiatan Indocomtech pada tahun 2018 lalu. la bersama anak didiknya dengan cekatan memeragakan bagaimana melakukan kegiatan coding melalui simulasi dadu, sehingga anak-anak mudah paham terhadap bahasa pemrograman.

Langkah Dewis berlanjut dengan  mendidik anak-anak yang kurang beruntung. Memang untuk memiliki komputer membutuhkan sumber daya keuangan yang tidak sedikit. Dewis, melalui lab mininya menghitung satu anak hanya butuh Rp.25000,- s/d. Rp 50.000,- agar bisa belajar komputer khususnya bahasa pemrograman.

Bahkan dalam satu postingannya di media sosial, Dewis menghitung dengan modal Rp.1 juta ia bisa memberikan pendidikan komputer untuk seribu siswa SD. la merasa penting mengajarkan pemrograman kepada anak-anak, agar bisa menyiapkan masa depannya sejak dini. 

" Pertama, anak-anak SD belajar coding agar di masa depan siap kerja, kedua belajar coding tidak harus anaknya nanti jadi programmer tapi untuk melatih problem solving dan computational thinking, jadi membuat pola pikir menjadi sistematis," jelas Dewis ketika diwawancarai CNN. 

Apa yang disampaikan oleh Dewis tampak relevan, salah satunya adalah saat anak didikannya yang masih SD begitu lancar menyampaikan bagaimana proses simulasi gamelan elektronik ciptaan timnya bersama sang guru. la juga lancar menjawab pertanyaan-pertanyaan dari reporter CNN bahkan bisa menyimulasikan gamelan hanya dengan menyentuh hidungnya.

Dewis Akbar (dok.gnfi)

Prototipe pendidikan ICT 

Dewis Akbar ingin membangun model pendidikan ICT terdesentralisasi dan terlokalisasi sehingga dapat menciptakan akses bagi generasi muda ke dalam dunia digital, melalui edukasi dan literasi digital.

 Literasi yang dimaksud adalah mengembangkan keterampilan digital dan pemrograman di daerah. Melalui Lab Mini yang dapat dibawa kemana- mana, Dewis mampu meminimalisir kesenjangan digital, karena dengan laboratorium komputer mini yang dia ciptakan, Dewis berhasil memanfaatkan ruang kosong di sekolah menggunakan paket komputer berbiaya rendah. Dengan Rp.25000 s.d Rp50000 ia dapat mengajarkan 10 siswa SD dalam setiap paketnya sehingga memiliki keterampilan coding.

Bukan hanya itu, Dewis juga mendorong agar setiap guru mampu menjangkau  enam sekolah dalam seminggu untuk menyampaikan kurikulum rancangannya agar dapat diimplementasikan dan menjadi menumbuhkan kreativitas, pemecahan masalah, dan pembelajaran seumur hidup sehingga siswa SD dapat menyiapkan masa depannya lebih dini.

Sebagai Sarjana Elektro, Dewis tidak hanya fokus pada program pemrograman saja, karena fokusnya adalah inovasi. la juga belajar untuk meningkatkan hasil pertanian demi mengolah asset pertanian orang tuanya. la sadar bahwa banyak teknologi terapan yang dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan potensi lokal dengan memanfaatkan bahan yang ada di daerah.

Melalui inovasi dan kepeduliannya terhadap anak-anak di daerah, ia pun mendapatkan ganjaran dari Indonesia ICT Awards (Inaicta) 2014, Merit Award Asia Pacific ICT Alliance (Apicta) Awards 2014, penghargaan SATU Indonesia Award 2016 yang dihelat PT Astra International Tbk, tampil pada Indocomtech 2018. la berhasil membawa anak-anak kampung ke kota. Mendorong mereka percaya diri bicara dan mensimulasikan teknologi.

Dewis Akbar, paling kanan, dan rekanan (dok.Dewis)


Jumat, 18 Oktober 2024

Inovasi Idham Aulia Menciptakan Kapal Pembasmi Sampah

 

Idham dan proyek kapalnya (dok.idham)

Kita tahu Indonesia adalah negara kepulauan, dua pertiga dari wilayahnya berupa lautan. Sangat disayangkan dalam sepuluh tahun terakhir laut Indonesia dicemari oleh sampah. Bahkan pantai-pantai yang indah menjadi kotor dan kumuh karena tumpukan sampah. Boleh dibilang, sekarang sudah darurat sampah. 

Hal ini mencemaskan seorang pemuda bernama Idham Aulia . Dia dan teman-temannya kemudian berpikir keras bagaimana mengatasi hal tersebut. Mereka lalu menciptakan Kapal Pembersih Sampah karena prihatin dengan pencemaran yang terjadi di laut. 

Sampah-sampah yang ditemukan biasanya didominasi oleh sampah plastik. Ketergantungan dalam menggunakan plastik sekali pakai yang menjadikan persoalan ini berlarut dari tahun ke tahun. Berbagai upaya juga sudah dilakukan untuk mencegah penumpukan sampah plastik.

Idham ketika itu adalah mahasiswa Teknologi Kelautan di Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS) yang menerima penghargaan Satu Indonesia Awards 2014 dalam bidang Teknologi. Kapal pembersih sampah yang bisa disebut dengan nama The Ganers diciptakan oleh Idham beserta empat temannya. Sebuah kapal pembersih sampah dibuat untuk perairan dangkal di Teluk Jakarta Utara.

"Saat ini kapal yang digunakan untuk membersihkan sampah justru kapal tanker yang tak bisa beroperasi di perairan dangkal,” kata Idham yang bercita-cita ingin menjadi Menteri Kelautan.

Bermula dari ide dasar membuat kapal pembersih sampah yang dibuat dengan lambung tengah yang terbuka. Dengan demikian sampah bisa terperangkap di sana, kemudian dikelola langsung di kapal tersebut.

Teluk Jakarta sebagai perairan yang berada dekat dengan Jakarta sebagai ibukota dan area industri, yang merupakan salah satu perairan di Indonesia yang padat dengan banyak kegiatan manusia, menjadi proyek Idham. Tentu saja, tak hanya Teluk Jakarta Utara kelak yang bisa dibersihkan oleh The Ganers.

Idham dan team menciptakan the Ganers (dok.idham)

Mengapa banyak sampah plastik?

Tidak dapat dipungkiri  bahwa plastik menjadi salah satu masalah besar bagi laut dunia, khususnya di Indonesia.Barang-barang yang kita gunakan dalam kehidupan sehari-hari, terbuat dari  plastik, seperti tas kresek, sedotan, kantong, lalu juga ada styrofoam, dan sampah rumah tangga lainnya. Masyarakat yang tidak disiplin justru membuangnya di aliran sungai atau got, yang kemudian mengalir ke sungai, dan berakhir di laut.

Kenyataan yang menyedihkan bahwa manusia telah ketergantungan dengan produk plastik.  Selain mudah diproduksi dan tahan lama, harga jual plastik juga relatif terjangkau harganya. Plastik meringankan pekerjaan mencuci piring dan gelas karena cuma sekali pakai. 

Memang ada upaya untuk meminimalisir penggunaan plastik. Sekarang ini terdapat beberapa kebijakan yang diterapkan di beberapa daerah seperti pengadaan plastik berbayar, peniadaan sedotan plastik di berbagai restoran. Namun orang yang mau melakukan hal itu masih jauh dari harapan. 

Pencemaran laut tidak dapat dipandang hanya sebagai permasalahan yang terjadi di laut saja, karena lautan dan daratan merupakan satu kesatuan ekosistem yang tidak dapat dipisahkan dan terpengaruh satu dengan yang lainnya. Kegiatan manusia yang sebagian besar dilakukan di daratan, disadari atau tidak, secara langsung maupun tidak langsung, berdampak terhadap laut dan ekosistemnya.

The Ganers, kapal pembersih sampah (dok.idham)


Fakta menunjukkan sekitar 80 persen dari sampah yang ditemukan di laut adalah plastik. Plastik dan turunan lain dari limbah plastik yang terdapat di laut sangat berbahaya untuk satwa laut dan perikanan.

Pembuatan The Ganers

Biaya untuk memproduksi satu unit "The Ganers" memang cukup mahal, sekitar Rp. 800 juta. Namun, bila mempertimbangkan aspek luas lain seperti efektifitas serta efisiensi kerja, maka terbilang "worth it". Tidak sia-sia dana sebesar itu untuk kebermanfaatan jangka panjang. 

Hingga sekarang, karya teknologi yang bermanfaat dari para mahasiswa ITS ini masih terus diperkenalkan dengan harapan suatu hari dapat diproduksi dan bermanfaat banyak bagi wilayah perairan Indonesia lainnya. Kemudian dicarikan solusi agar bisa diproduksi secara massal sehingga biaya menjadi lebih murah. 

Berkat karya  teknologi yang memberikan solusi pembersih sampah di laut, menjadikan Idham Aulia sebagai salah satu penerima apresiasi pada Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia Awards 2014. Setelah menerima apresiasi, Idham terus berinovasi dan mengembangkan pengetahuannya di bidang kelautan untuk menyempurnakan karyanya sehingga dapat lebih bermanfaat bagi masyarakat. Dia masih menyimpan cita-cita kelak menjadi menteri kelautan. 

Mudah mudahan tercapai cita-cita Idham Aulia. Kita butuh generasi muda yang inovatif dan kreatif untuk membangun bangsa dan negara Indonesia. 

Idham dalam penelitian (dok.idham)


Minggu, 13 Oktober 2024

Jadilah Penerang Seperti Harianto Albarr

Harianto Albarr (dok.harianbarru)

 Habis Gelap Terbitlah Terang, itulah yang kita ingat dari salah satu pahlawan Nasional, Ibu RA Kartini. Namun ada seorang pemuda yang betul-betul menjadi penerang bagi desanya yang gelap gulita karena tidak mendapatkan aliran listrik. Dia adalah Harianto Albarr. 

Harianto La Sossong Albarr, merupakan alumni Universitas Negeri Makassar jurusan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA). Pada saat liburan kuliah pada tahun 2008, Hari mulai tergerak untuk membuat pembangkit listrik untuk  desanya tercinta. Pemuda ini sadar bahwa  bahwa salah satu faktor yang menghambat kemajuan di desa asalnya adalah ketiadaan sumber listrik. Jangankan menonton televisi, sumber penerangan saat gelap pun tidak dapat terpenuhi secara merata di Desa Bacu Bacu, Makassar,Sulawesi Selatan.

 Meskipun pengetahuan Hari masih sangat  terbatas, ia berpikir keras bagaimana caranya agar desa tersebut keluar dari kegelapan. Harianto Albarr tercatat sebagai pemuda pertama yang meneruskan pendidikan hingga perguruan tinggi. Ia kemudian  mulai mempelajari berbagai teknik pembuatan pembangkit listrik dari sejumlah literatur.

Harianto Albarr (dok.suara Celebes)

Tidak mudah mewujudkan kehadiran listrik di desa yang terpencil. Ia harus belajar banyak, bukan hanya membaca berbagai literatur, tapi juga mempelajari sekelilingnya. Sebab kondisi alam desa belum tentu sama dengan tempat lainnya. 

Dengan menyesuaikan  kondisi alam berikut potensi yang dimiliki wilayah tempat tinggalnya, Hari lalu memilih pembangkit listrik Mikrohidro sebagai solusi. Pada mulanya, banyak warga yang meremehkan upaya Hari. Tak mereka sangka Hari menciptakan  sebuah turbin pembangkit listrik,  menghasilkan daya  listrik bagi Desa Bacu Bacu. Bersama beberapa orang rekannya, Hari membuat sebuah kincir air sederhana menggunakan berbagai barang yang dapat ditemukan.

Listrik yang dihasilkan memang belum sampai 1000 watt, namun ternyata pembangkit listrik sederhana itu sudah bisa menerangi desa Bacu-bacu saat malam hari. Kini setelah tahun-tahun berikutnya, Desa Bacu Bacu tak lagi menjadi daerah yang gelap, tapi terang dengan listrik mengalir. 

Pada tahun 2016 secara resmi Perusahaan Listrik Negara (PLN) sudah masuk dan memberikan aliran  listrik. Namun Desa Bacu Bacu tetap menggunakan pembangkit listrik gagasan Harianto Albarr. Hal ini tetap diperlukan mengingat listrik dari PLN tidak mengalir setiap saat. Bahkan, dengan hasil daya listrik yang jauh lebih besar dari tahun 2008, Desa Bacu Bacu sudah memiliki kelompok perwakilan warga yang mengelola penggunaan pembangkit listrik tersebut.


Harianto Albarr dalam aktivitas lain (dok.harianto)


Berkat Harianto Albarr, desa Bacu-bacu tidak kekurangan cahaya penerang. Pemuda ini sudah memberikan sumbangsihnya bagi masyarakat tempatnya berasal sehingga kehidupan di sana pun berangsur membaik. Tidak heran jika perusahaan dan yayasan yang didirikannya, menerima apresiasi Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia Awards 2012.

Penghargaan untuk bidang teknologi ini, Harianto Albarr sudah memperkenalkan karyanya hingga desa-desa di daerah lain seperti Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Maluku, dan Maluku Utara. Hari berharap, cara yang diterapkan oleh desanya juga dapat bermanfaat pada puluhan ribu desa di seluruh Indonesia yang belum dialiri listrik.


Berada di alam pedesaan (dok.harianto)

Kiprah Harianto Albarr tidak berhenti sampai di situ. Supaya bisa berbuat banyak kepada masyarakat, maka Hari terjun ke dunia politik. Ia menjadi caleg dari PKS pada Pemilu legislatif yang lalu. Dia pun menjadi calon Bupati untuk Pilkada mendatang. 

Karya nyata Harianto Albarr diakui oleh masyarakat. Dia telah memberikan manfaat bagi rakyat kecil di pedesaan. Indonesia sangat membutuhkan pemuda-pemuda kreatif seperti Hari. 

Sabtu, 12 Oktober 2024

Terbebas dari Nyamuk ala Andi Suryansah

 


Andi Suryansah (dok.grid.id)

Siapakah yang senang jika menjadi sasaran gigitan nyamuk? Aku adalah orang yang paling sebal dengan nyamuk, sebab pernah menderita sakit demam berdarah gara-gara nyamuk. aku juga tak bisa tidur jika diganggu nyamuk, meskipun hanya seekor. gigitannya sangat terasa di kulit, apalagi kalau nyamuk itu juga berdenging di telinga. Aku sering insomnia karena nyamuk.

Bagiku, suatu hal yang menakjubkan ketika ada orang yang menemukan cara membasmi nyamuk dengan efektif. Wah, ini dia yang aku cari selama ini. Ternyata seorang laki-laki bernama Andi Suryansah berhasil menemukan cara jitu untuk membasmi nyamuk.

Sebagaimana kita ketahui, pada musim hujan  nyamuk keluar mencari mangsa manusia. Air yang berlimpah dan suasana lembab menjadikan nyamuk sangat cepat berkembang biak. Nyamuk menyebarkan penyakit berbahaya seperti demam berdarah, malaria dan Zika. oleh karena itu butuh alat atau obat yang bisa membasmi dan memusnahkan hama nyamuk.

Serbuan  nyamuk, memunculkan suatu ide bagi  pemuda Andy Suryansah salah satu penerima penghargaan SATU Indonesia Awards tahun 2013. Berawal dari banyaknya warga yang menjadi korban demam berdarah di  kampung halamannya yaitu Kampung Dupak Rukun, Kelurahan Dupak, Kecamatan Krembangan, Kota Surabaya. Ia terdorong membantu membuat alat yang dapat mengusir hingga membunuh nyamuk.

Andi menuntut  ilmu yang di di Politeknik Elektronika Negeri Surabaya dengan jurusan Teknik Komputer. Ini menjadi dasar yang  memudahkan Andi merakit alat yang dapat menumpas habis hewan kecil penghisap darah manusia tersebut. Namun bekal dari ilmu kuliah saja, tidak memuluskan pembuatan alat pembasmi nyamuk, dan membuat Andi agak kebingungan. Meskipun tidak menemukan hal yang dapat membantu membuat alatnya, Andi tetap berusaha untuk mencapai tujuannya membantu masyarakat. Berkat keuletan dan kegigihan mencari tambahan ide yaitu membaca literatur dan bertanya dosen yang berkaitan dengan alat pembasmi nyamuk.

dari  berbagai literatur, hanya sedikit yang bisa digunakan untuk menambah keberhasilan pembuatan alat. Selain itu juga Andi mencari cara menirukan suara nyamuk untuk menarik perhatian dengan alat yang dibuatnya.

Andi menemui fakta bahwa sumber berkembangbiaknya nyamuk adalah nyamuk betina. Dengan bukti yang ditemukan Andi, target yang harus dicapai yaitu bagaimana cara mendatangkan nyamuk betina dan membinasakan semua nyamuk yang ada.

"Saya berusaha memancing nyamuk betina dengan meniru suara nyamuk jantan di alat yang saya buat ini. Karena, nyamuk betina itu pasti datang apabila mendengar suara nyamuk jantan. Sama seperti manusia, apabila ada perempuan cantik pasti akan banyak pria yang mendekati, "Andi menerangkan.

Andi terus berusaha untuk menyempurnakan alat buatannya. Salah satunya mempelajari bagaimana kebiasaan nyamuk yang menyukai cahaya dan suara nyamuk jantan. Riset dan mempelajari hal baru selama kurang lebih satu tahun, tanpa menyerah demi masyarakat bebas dari ancaman nyamuk yang tiap musim selalu mengakibatkan tersebarnya penyakit berbahaya.

 Kegigihan Andi membuahkan hasil, ia berhasil menciptakan alat pemusnah nyamuk berbentuk kotak terbuat dari kayu jati dan dialasi oleh kasa. dan dinamakan Falle. Alat Falle mengusung konsep penggabungan dua teknologi yaitu Audiosonik dan Ultraviolet. Alat tersebut harus selalu tersambung listrik agar berfungsi dan memiliki dua tombol.

"Tombol pertama untuk menghidupkan lampu ultraviolet dan tombol kedua untuk menghidupkan suara audiosonik. Apabila suara audiosonik sudah dihidupkan, maka nyamuk betina pasti datang. Pertama karena suara tersebut dan kedua karena ada cahaya dari dalam kotak. Setelah nyamuk betina hinggap ke kawat kasa, maka rangkaian penyengat akan bekerja dan membasmi nyamuk, "urai Andi.

Dengan kerja keras dan keuletannya, Andi menyelamatkan masyarakat, khususnya kampung halamannya dari penyakit demam berdarah akibat nyamuk. Sekarang nyamuk sedikit demi sedikit musnah, dan tidak meresahkan kembali karena ada alat Falle buatan Andi. Meskipun sudah baik sehingga dapat meminimalisir adanya nyamuk, tetapi Andi tetap berusaha untuk berinovasi mengembangkan alat yang dibuatnya.

Alat Falle hanya diperuntukkan untuk ruangan 4x4 meter. Sehingga jika digunakan di ruangan yang lebih lebar, kemampuannya berkurangsehingga alat tidak maksimal mendatangkan nyamuk betina. Meskipun begitu alat yang dibuat Andi diyakini tidak gampang rusak dan tahan lama.

Falle buatan Andi, saat ini sudah dapat dijual secara umum dan bisa dibeli dengan harga Rp. 300.000 Ribu per unit. Namun, Produksi dari alat yang dibuatnya tidak terlalu banyak untuk memenuhi pasar sekitar 50-100 per bulan.

Andi dan Falle (dok.astra)


Alat Pembasmi Nyamuk buatan Andi Suryansah telah memenangkan penghargaan Satu Indonesia Awards 2013 di bidang teknologi oleh PT Astra International. Dengan semangat yang dibuatnya Andi berkeinginan untuk melanjutkan dan mengembangkan Alat Falle melalui dana tambahan dari kemenangannya.

"Uang yang saya terima dari SATU Indonesia Awards 2013 telah  digunakan untuk mengembangkan Falle dan sebagian lagi digunakan untuk membuat alat yang bisa mendatangkan ikan tuna. Dengan alat ini, maka nelayan bisa terbantu untuk mendapatkan ikan yang lebih banyak," kata Andi optimis.

Andi Suryansah telah membuktikan bahwa kegigihan yang dilakukan untuk membantu masyarakat, akan membuahkan hasil jika dalam diri sendiri telah ditanamkan rasa tidak mudah menyerah mewujudkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat.

Andi Suryansah (dok.gnfi)