Hendro merakit robot (dok.astrainternasional) |
Hendro Yulius Putro punya cita-cita memperluas teknologi robotik untuk turut membangun Indonesia. Caranya, tentu saja dengan keahlian yang dia miliki. Sebuah obsesi yang terus berusaha diwujudkan. Meskipun butuh perjuangan, kesabaran dan memakan waktu lama, cita-cita tersebut dituangkan dengan mendirikan sekolah robotik Yayasan Adicita Wiraya Guna (AWG) Robotic Course di Surabaya.
Seiring dengan berjalannya waktu, sekolah itu kini memiliki banyak siswa berprestasi pada bidang robotika, baik di dalam dan luar negeri. Berkat usahanya memperkenalkan robot ke anak-anak, Hendro memperoleh penghargaan Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia tahun 2019.
Ternyata, alumnus Universitas Negeri Surabaya ini menjadi orang pertama yang menggagas ide ekstrakurikuler bidang teknologi robot di sekolah. Ide itu muncul setelah sekolah tempatnya mengajar hampir tutup karena kekurangan siswa. Melalui ekstrakurikuler robotika itu, Hendro berhasil mendongkrak nama sekolah SMP Islam Al Azhar 13 Surabaya. Ia kemudian diminta menjadi wakil kepala sekolah.
Ekstrakurikuler ini berhasil meraih prestasi yang tidak main-main. Dengan mengikuti beberapa lomba dan event internasional tanpa kenal lelah. Terhitung satu tahun setelah ide tersebut muncul, Hendro menyabet penghargaan khusus di Olimpiade Robot Internasional yang saat itu berlangsung di kota Beijing, China.
Hendro dan perangkat robot (dok.astrainternasional) |
Kesuksesannya itu membuat ia yakin bahwa setiap sekolah bisa membangun negeri lewat teknologi dan robot. Karena itulah ia mendirikan Yayasan AWG Robotic Course pun yang menjadi motor pengembangan robotik.
"Masa depan adalah milik kita yang menyiapkannya sekarang. Kelak, peran teknologi akan mendisrupsi banyak hal," tegas Hendro.
Sekarang, Yayasan tersebut berkembang pesat, telah memiliki lebih dari 400 siswa dan bekerja sama dengan 21 sekolah di Surabaya, Solo, Pasuruan, Gresik, Palu, hingga Sorong.
Awal mula ide Robotik
Lelaki yang lahir Mojokerto, 18 Mei 1985 ini, memiliki pemikiran out of the box, wawasannya jauh ke depan, di luar jangkauan pemikiran banyak orang. la mengikuti perkembangan zaman, seperti teknologi yang terus melesat dari waktu ke waktu.
"Bermula dari tahun 2007, ketika saya diterima bekerja di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Islam al-Azhar 13 Surabaya. Saya jadi guru mata pelajaran fisika," cerita Hendro lugas.
Hendro mengatakan bahwa waktu itu jumlah muridnya setiap tahun mengalami penurunan. Saat pertama kali ia mengajar, murid kelas VII cuma 6 orang. Lalu, murid kelas VIII ada 14 orang. Sedangkan murid kelas IX mencapai 32 orang.
"Dulu, mencari murid itu susah sekali. 20 orang saja, susahnya minta ampun," katanya menghela napas.
Akibatnya, pada awal tahun 2008, menjadi puncak seluruh kegelisahan. Sampai-sampai, pengurus yayasan ingin menutup SMP Islam al-Azhar 13. Hendro tidak rela bila hal itu terjadi. Dengan penuh keyakinan, Hendro bergegas menawarkan sebuah solusi sebagai bentuk kepedulian.
Dengan penuh keberanian, Hendro lulusan jurusan fisika Universitas Negeri Surabaya (UNESA, 2006) ini berseru lantang, "Saya siap berjuang. In Insyaallah bisa. Minimal dapat murid 20 orang."
Ternyata gayung bersambut, Hendro tak ingin menyia-nyiakan kepercayaan yang diberikan oleh pihak yayasan. Ikhtiar yang ia kerjakan secara total selama sekira 5 bulan berbuah kabar yang menggembirakan. Tahun ajaran baru 2008, SMP Islam al-Azhar 13 mendapat murid 20 orang.
"Alhamdulillah, sesuai harapan," ungkapnya bersyukur.
Putra dari pasangan Gatot Supriadi dan Siti Aminah ini mendapat amanah baru sebagai wakil kepala sekolah. Apalagi susahnya mencari murid masih menjadi masalah utama sekolah yang dipimpinnya. Karena itu, Hendro berinisiatif mencari jalan keluar yang benar-benar mampu menuntaskan persoalan itu.
"Nah, tahun 2010-2011 ramai-ramainya Kontes Robot Indonesia (KRI). Kalau nggak salah, tahun 2010, KRI pernah diadakan di Kampus ITS. Waktu itu, saya lihat, kok asyik ya. Seru. Kemudian saya mikir, ini kan brand-nya teknologi. Sudah mulai akan tergantikan fungsi-fungsi pekerjaan manusia menjadi robot," jelasnya mengenang.
Sepulang dari acara KRI, Hendro mendapat ilham untuk membuat program bidang teknologi, supaya menghasilkan karya yang baik. Program ini harus bisa diterima oleh masyarakat dengan baik. Dan yang paling utama adalah mampu mendongkrak nama sekolahnya.
Kemudian ia memutuskan membuka ekstrakurikuler (ekskul) robotika tahun 2011. Padahal, dia belum memahami secara mendalam tentang robotika.
Berusaha keras mencari Mentor Robotika
Hendro menyadari bahwa dirinya tak mengerti sama sekali seluk beluk dunia robotika. Karena itu, ia harus mencari mentor khusus. Kebetulan Hendro dapat rekomendasi seorang mahasiswa jurusan fisika. Karena waktu itu belum mengerti tentang robotika, maka, ia menerima mahasiswa tersebut menjadi mentor ekskul robotika SMP Islam al-Azhar 13 Surabaya.
Untuk pertama kalinya, murid-murid diajari membuat Robot Land Flower (Penyiram Tanaman) menggunakan analog, bukan sensor.
"Anak-anak bisa nyolder. Robot bisa jalan mengikuti garis lintasan. Lihat anak-anak bisa melakukan hal itu, saya ikut senang. Bahagia sekali. Lalu, saya tantang guru robotika ini agar mengikutsertakan anak- anak dalam lomba robotika sampai dapat juara. Harapannya supaya bisa membangun nama baik sekolah," tuturnya.
Namun keberuntungan belum memihak murid-muridnya. Tim perdana yang diikutkan lomba robotika untuk pertama kalinya kalah. Selain itu, Hendro juga tak dapat mendampingi mereka karena harus menghadiri kegiatan lain di Pasuruan, Jawa Timur.
Hendro bersama anak-anak (dok.hendro) |
Tidak patah arang, pada Oktober 2011, beberapa tim diberangkatkan untuk mengikuti lomba robotika. Lokasinya bukan lagi di Kampus UNAIR Surabaya. Tetapi di SMP Negeri 4 Jombang. Hendro pun ikut mendampingi.
"Robot Line Follower kompetitor jalannya banter-banter (kencang). Ibaratnya, kualitas robotnya bagus-bagus. Sementara, kita bawa 2 sensor robot yang jalannya gedhek-gedhek. Pelan banget. Bahkan untuk menyelesaikan 1 misi saja tak mampu. Dari situ, saya minta mentor supaya mengajari anak-anak membuat robot seperti milik kompetitor, tapi ia tak sanggup dan mengundurkan diri," jelasnya.
Setelah mentor pertama gagal memenuhi target yang disepakati, ia pun segera mencari pengganti. Kampus Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS), yang tak jauh dari lokasi AWG Robotica Course menjadi target utama suami dari Anis Kusuma ini, dalam berburu mentor yang kedua.
"Padahal, saya nggak tahu harus menemui siapa. Pokoknya jalan saja. Pikiran saya waktu itu masak nggak ada UKM-UKM robotika di sana," Hendro tersenyum .
Setelah berjalan tanpa arah serta tujuan di Kampus PENS, ketika menyusuri lantai 2 sebuah gedung ia mendapati ruangan dengan pintu yang sedikit terbuka. Di pintu terdapat tulisan, "Selain Crew Dilarang Masuk".
"Karena penasaran, saya dekati, melihat sekilas ke dalam ruangan. Ada banyak sekali robot. Saya beranikan diri masuk. Ternyata ada orang. Dia kaget sebab saya muncul tiba-tiba," kenangnya tertawa.
Dari situlah, Hendro mendapat rekomendasi lagi. Namanya Rodik. Mahasiswa PENS jurusan robotika. "Kami pun membuat kesepakatan," katanya.
Hendro mulai bisa bernapas lega. Sensor robot semula lelet, menjadi sangat laju, oleh Rodik berhasil diubah menjadi lumayan cepat. la mengamati, jika teknologi yang digunakan antara mentor pertama dengan mentor keduanya jauh berbeda.
Hendro dan murid-murid (dok.hendro) |
"Nah, April 2012, ada lomba robot pembersih sampah di ITS Expo. Kami ajari anak-anak bikin robot untuk ikut lomba tersebut. Alhamdulillah mendapat juara pertama, itu pertama kalinya dilatih Mas Rodik. Saya bahagia sekali. Termasuk anak-anak. Apalagi orangtuanya. Pihak yayasan pun sangat bangga" urainya.
Kerjasama antara Hendro dan Rodik, menjadikan kemampuan murid-murid ekskul robotika pun semakin melejit. Mereka tidak sekadar bikin robot analog, tetapi juga mulai belajar pemrograman robot atau
Berbagi Ilmu
Hendro tak ingin kesuksesan yang diraihnya dalam mem-branding sekolah lewat teknologi, hanya dirasakan oleh SMP Islam al-Azhar 13 Surabaya. Namun, juga sekolah-sekolah lainnya di Indonesia.
"Kebetulan Mas Rodik punya teman, yang sudah lama memiliki CV bernama AWG Market dan bergerak di bidang pengadaan barang-barang elektronik. Kami ajak berdiksusi buat mendirikan lembaga kursus robotika. Tetapi ternyata nggak bisa pakai CV. Harus bikin yayasan," papar Kepala Sekolah SMP Islam al-Azhar 13 Surabaya (2016-2019) ini.
Setelah yayasan didirikan 2016, ia mengurus izin operasional AWG Robotica Course, Hendro bergerilya ke sekolah- sekolah lain untuk menawarkan kerja sama, entah dalam bentuk pelatihan atau pengadaan robot. Tergantung kebutuhan masing-masing sekolah.
Hendro menerangkan,"Dulunya, awal-awal yang kita tembak masih sekolah-sekolah al-Azhar. Seperti SDI al-Azhar 11, SDI al-Azhar 35. Setelah al-Azhar tuntas, baru ke sekolah lain seperti al-Hikmah dan sebagainya."
Sejak izin operasional keluar tahun 2017 sampai sekarang, sudah ada 21 sekolah, yang menjalin kerja sama dengan AWG Robotica Course. Kebanyakan memang sekolah di Surabaya. Di luar itu ada yang dari Mojokerto, Jombang, Pasuruan, Bojonegoro, Solo, Palu, Gresik, serta Sorong. Total jumlah muridnya mencapai 389 orang.
"Nah, khusus yang Sorong dan Palu, gurunya datang ke Surabaya selama 2 bulan. Selama itu, kita berikan pelatihan. Untuk sekolah-sekolah yang bisa kita jangkau, yang dilatih murid-muridnya. Dan kurikulumnya semua dari kita," tambah Hendro.
Selain berbagi ilmu, ayah dari Nur Hamida al-Latifa serta Nur Hamida al- Kamila ini ingin membangun kesadaran pada generasi muda agar melek terhadap teknologi. Bukan lagi sekadar menjadi pengguna, tapi lebih dari itu sebagai pencipta berbagai perangkat teknologi yang dapat memberikan manfaat bagi masyarakat luas.
Menurut Hendro, di antara manfaat dari belajar programing menghasilkan kran air dengan sensor khusus. Jadi, kita nggak perlu lagi memutar kran, tinggal taruh tangan di bawah kran, air akan mengalir sendirinya.
Selain dilirik berbagai sekolah di Indonesia, kiprah Hendro dalam bidang teknologi, juga mampu membuat PT. Astra Internasional Tbk simpatik. la pun didapuk sebagai salah satu dari 6 penerima apresiasi SATU Indonesia Awards 2019. Sebuah ajang menjaring generasi muda yang kreatif, inovatif, dan berpotensi membawa perubahan di tengah masyarakat.
Hendro Yulius Putro (dok.astrainternasional) |