Bambang Sardi bersama kelompok ibu-ibu (dok.bambangsardi) |
Sudah tahu dong produk VCO atau minyak kelapa murni? Nah ternyata prosesnya tidak mudah. Bambang Sardi, yang berasal dari Paku, Sulawesi Tengah, telah mengalaminya, mengolah kelapa menjadi minyak murni butuh tiga tahun melakukan riset hingga menciptakan Virgin Coconut Oil (VCO) tersebut.
Beberapa kali ia mengalami kegagalan. Dalam proses 2015, 2016, 2017 produk tidak terbentuk. Perjuangan Bambang Sardi tidak sia-sia. Setelah tiga tahunan melakukan penelitian, akhirnya minyak kelapa murni yang diimpikan tercapai.
Bambang bercerita, inovasinya ini bermula ketika melihat potensi besar kelapa di Sulawesi Tengah, khususnya di Kabupaten Parigi Moutong. Berbekal teknik kimia yang didapat dari bangku kuliah, dia berusaha mencari cara agar bisa mengolah kelapa- kelapa tersebut menjadi produk yang bisa memberikan kontribusi lebih besar bagi perekonomian masyarakat.
"Dari situ kami terus melakukan uji coba mana metode terbaik, yaitu fermentasi dengan VCO ini," ujar dosen dari Fakultas Teknik Kimia, Universitas Tadulako, Palu ini.
Menurut Bambang, produk minyak kelapa murninya ini telah tersebar di sejumlah daerah Indonesia. Bahkan ada juga permintaan ekspor ke luar negeri. Dengan memberdayakan masyarakat, produksi minyak kelapa murni itu telah mencapai 200 liter perbulan yang dibanderol dengan harga Rp35-Rp50 ribu per 250 mili liter untuk memenuhi pasar lokal.
Bambang Sardi mengembangkan usaha di Kabupaten Sigi, Donggala, Parigi dan Kota Palu. Targetnya, hasil riset tersebut menjadi industri besar di Sulawesi Tengah. Berkat usahanya itu Bambang Sardi meraih pemenang dalam program SATU Indonesia award asal Sulteng dari PT Astra Internasional Tbk, pada tahun 2017 lalu.
"Tidak ada bahan yang disebut limbah. Bagi saya semuanya mutiara," tegasnya.
Pentingnya penelitian
Bambang Sardi yakin akan hasil sebuah penelitian. Baginya kekuatan pengetahuan dan teknologi dapat memberikan manfaat terhadap kehidupan manusia. Sekalipun dari sesuatu yang dianggap limbah oleh banyak orang.
Sebagai contoh, pemanfaatan blondo. Residu atau bahan sisa sari pembuatan Virgin Coconut Oil (VCO) ini dimanfaatkan jadi biskuit bagi balita. Kandungan gizinya yang tinggi dipercaya dapat digunakan dalam intervensi mencegah tengkes alias stunting.
Penelitian ini dilakukan oleh Bambang Sardi di bawah bendera Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Tadulako, bersama Badan Perencanaan Pembangunan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Bappelitbangda) Kabupaten Parigi Moutong.
Sebelum melakukan penelitian pemanfaatan blondo sebagai bahan biskuit balita, pria kelahiran Wakatobi, 37 tahun lalu, ini awalnya secara beruntun melakukan penelitian khususnya pada pengelolaan tanaman kelapa. Penelitian ini menghasilkan inovasi bermanfaat bagi pemberdayaan masyarakat di Sulawesi Tengah.
"Dulu metode pengolah tanaman kelapa tidak semasif sekarang. Sehingga kualitas produk kita kurang bagus. Dan hasil harga kelapa belum cukup memenuhi kebutuhan hidup petani," ceritanya.
Dasar penelitian
Bambang mengisahkan pada tahun 2008, saat masih menjadi mahasiswa program sarjana (S1), beberapa kali dia membantu penelitian dosennya. Banyak riset yang dilakukannya langsung di lapangan. Tak hanya sekadar berkutat di dalam laboratorium.
la mengunjungi daerah-daerah, berkumpul bersama masyarakat di pedesaan, dan mengolah data dan informasi. Salah satu konsentrasi penelitiannya memang saat itu hendak mengembangkan tanaman kelapa.
Proses riset ternyata berjalan tak mudah. Sebab tak semua bahan baku tanaman kelapa tepat dijadikan VCO. Mencari kelapa yang bisa menghasilkan VCO berkualitas bagus juga bukan pekerjaan gampang. Padahal kualitas sumber bahan baku sangat penting.
Penghasil VCO (dok.bambangsardi) |
Pada Tahun 2014, Bambang ke Kota Palu untuk menjadi tenaga dosen di Fakultas Teknik, Univeritas Tadulako (Untad). Bagaimana pun Bambang tidak mau hanya sekadar menjadi seorang pengajar, tanpa menghasilkan sesuatu bernilai lebih, Bambang kembali menekuni penelitian. la ingin memberi kontribusi membangun daerah dengan bekal pengetahuannya.
la bertukar pikiran dengan para mahasiswanya. Tanaman kelapa menjadi topik utama. Seorang mahasiswa memberi informasi tanaman kelapa di Desa Silanga, Parigi Moutong. Selama akhir pekan, ia mengisi hari liburnya dengan berkunjung desa yang dimaksudkan. Di sana ia mendapati petani hanya mengolah tanaman kelapa menjadi kopra. Sementara harga dari penghasilan kopra cenderung fluktuatif.
Bambang kemudian memperkenalkan pengolahan VCO berbekal riset yang pernah dilakukan bersama dosennya dulu. Respon baik diterimanya dari warga setempat dan pembuatan VCO dengan metode baru pun dilakukan.
VCO dari tanaman kelapa yang diambil langsung dari petani Desa Silanga ternyata menghasilkan kualitas bagus. Terdapat kandungan asam laurat di atas 50% dengan konversi daging kelapa menjadi VCO sebesar 12,5%. Asam lemak ini terdapat kandungan yang memiliki manfaat sebagai sifat antibakteri, antivirus, dan antijamur.
Produk sampingan VCO
Produk VCO saat ini banyak dimanfaatkan oleh industri kesehatan, farmasi, dan kosmetik. Proses pembuatannya menggunakan metode fermentasi anaerob yang dilakukan tanpa pemanasan dan penambahan bahan kimia. Jadinya produk yang dihasilkan dapat memenuhi spesifikasi industri. Nilainya juga berlipat ganda lebih tinggi dengan minyak kelapa biasa.
Kelebihan inilah yang membuat Bambang fokus dalam pembuatan VCO dengan melibatkan masyarakat. Dia pun membagi pengetahuan seputar pengolahan kelapa.
Untuk menghasilkan kualitas VCO yang baik, Bambang menemukan bahan kelapa yang dipilih haruslah berasal dari varietas dalam. Agar menghasilkan santan yang baik, proses pemerasan kelapa harus menggunakan air dari kelapa itu sendiri.
"Tanaman kelapa dengan jarak tanam 0-400 mdpl. Kelapa yang baik dalam pembuatan VCO sebaiknya dekat dengan laut. Kemudian parut yang digunakan harus tumpul agar daging kelapanya halus sehingga menghasilkan santan lebih banyak," jelas Bambang.
Blondo (dok.bambangsardi) |
Bahan sısa darı VCO, yang disebut blondo, dimanfaatkan untuk pembuatan biskuit. Blondo ini mirip sisa pembuatan minyak kelapa yang disebut dengan taiminya. Pengembangan dari produk olahan VCO yang berupa biskuit blondo ini lantas menjadi bahan penelitiannya. Utamanya soal kandungan gizi.
Bambang mengungkapkan penelitiannya menyimpulkan adanya perbedaan signifikan tinggi badan balita sebelum dan sesudah dilakukan intervensi biskuit blondo. Rata- rata tinggi badan balita setelah intervensi (pemberian biskuit blondo) sebesar 0,81 cm. Peningkatan rata-rata berat badan balita sebesar 0, 43 ka setelah pemberian
Setelah sukses dengan inovasi biskuit blondo, Bambang melakukan penelitian dengan bahan lainnya. Bukan lagi seputar kelapa, namun merambah ke batu bara. Hasil penelitiannya yang berlangsung selama tiga tahun itu ia tuangkan dalam buku berjudul Pirolisis Batubara Peringkat Rendah.
Batu bara dapat diolah menjadi bahan bakar cair dan gas melalui metode pirolisis tanpa oksigen dengan bantuan microwave. Dengan memakai metode pembakaran tanpa oksigen ini hasil pembakaran dari batu bara tidak menghasilkan karbondioksida. Intinya, tak menghasilkan polutan yang merusak lingkungan. Bambang mengklaim hal ini baik untuk bagi warga bumi menuju nol emisi karbon.
Bambang Sardi dan buku karyanya (dok.bambangsardi) |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar