Kantor Nodefluk (dok.pri) |
Artificial intelegence menjadi sesuatu yang fenomenal dalam beberapa tahun terakhir. Saya terperangah dengan kemajuan teknologi ini dan berusaha mencari tahu, terutama dalam kaitannya dengan pemanfaatan sebagai content creator. Tadinya saya mempelajari AI yang datang dari negara-negara maju. Tidak saya sangka ternyata Indonesia telah memiliki start up di bidang AI.
Sejarah Indonesia dalam dunia teknologi tertoreh ketika Meidy Fitranto bersama Faris Rahman mendirikan startup teknologi berfokus pada kecerdasan buatan, artificial intelligence (AI), Nodeflux pada bulan Januari 2016.
"Saat itu, Nodeflux memiliki kantor kecil menyewa rumah di Jalan Kemang dalam," cerita Meidy kepada penulis di kantor Nodeflux di kawasan Kemang, Jakarta Selatan.
Dalam perhitungan bisnis, Meidy menilai saat itu sudah lebih mudah bagi sebuah startup untuk berdiri, mengingat telah banyak kisah sukses dari startup pendahulu yang kini telah menjadi unicorn.
"Sebenarnya ekosistem startup di Indonesia lebih cenderung growing, untuk investor, untuk market, confidence levelnya sudah cukup tinggi," ujar Meidy.
Meidy memilih fokus pada pengembangan deep learning computer vision, menurut Meidy, pihaknya melihat adanya momentum yang baik, sebab Indonesia masih menjadi pasar yang baru untuk adopsi teknologi tersebut.
Meidy sedang menjelaskan (dokpri) |
"Sementara, teknologi tersebut secara global masih terus berkembang dengan penemuan baru, sehingga masih banyak area menarik untuk dicoba eksplorasi", kata Meidy.
Pria kelahiran Jakarta tahun 1988 itu tak memungkiri bahwa modal selalu menjadi kendala saat memulai bisnis. Namun, hal itu bukan yang utama.
Bisnis bidang teknologi
Menemukan ide bisnis, menurut Meidy, menjadi proses panjang. Selanjutnya, menurutnya, mencari jalan untuk mengeksekusi ide tersebut juga menjadi tantangan lain.
"Tapi semakin sering kita berpikir tentang idenya, frekuensi kemunculan ide semakin lebih banyak, dan itu menjadi probability untuk menemukan yang pas, itu yang kita lakukan," kata Meidy.
Pada 2017, Nodeflux sempat berubah haluan bisnis, dari platform analitik bergeser pada perusahaan Vision Al, sebelum akhirnya masuk pada tahap eksekusi. Pada tahun yang sama, Nodeflux mendapat pendanaan awal dari PT Telkom Indonesia.
Selanjutnya, pada tahap eksekusi, kedua founder Nodeflux yang memliki latar belakang Teknik Industri Institut Teknologi Bandung juga merasakan banyak tantangan, mulai dari menemukan klien ataupun market yang tepat, soal menyeimbangkan keuangan, hingga mendapat talenta digital untuk mengembangkan produk.
Hingga akhirnya kedua pendiri yang berteman sejak di bangku SMP itu menghadirkan VisionAire, yang secara teknis merupakan "otak dasar dari implementasi Al Nodeflux.
VisionAire dikembangkan dengan teknologi kecerdasan mesin untuk impelementasi Al di semua fungsi analitik maupun penerapannya dalam menghadirkan solusi untuk menyelesaikan masalah yang ada di masyarakat.
Teknologi VisionAire dapat digunakan pada sumber perangkat keras apa saja, baik itu CCTV, webcam, ponsel, kamera atau lainnya. Banyak jenis aturan logika yang dapat diterapkan, bahkan dapat dikustomisasi khusus hanya untuk proses bisnis atau kebutuhan klien.
Produk dan layanan Nodeflux mencakup berbagai sektor tidak terbatas pada smart city, termasuk pertahanan dan keamanan, manajemen lalu lintas, manajemen tol, analitik toko (grosir dan eceran), manajemen aset dan fasilitas, serta iklan dan transportasi.
Nodeflux memulai tahun 2018 dengan East Ventures bergabung dalam pendana perusahaan rintisan tersebut. Pada tahun yang sama Nodeflux juga bekerjasama dengan Polri, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, Jasa Marga untuk implementasi teknologi,
Teknologi AI, pengenalan wajah di cctv (dok.nodeflux) |
Berbagai solusi yang dihadirkan Nodeflux di antaranya teknologi pengenal wajah, penghitung dan klasifikasi kendaraan untuk membedakan motor ataupun jenis kendaraan berukuran kecil, menengah dan besar, hingga pendeteksi muka air, yang menunjang solusi smart city.
Saat ini Nodeflux terus mengembangkan berbagai produk sebagai solusi isu-isu populis yang masih menanti untuk dipecahkan. Antara lain pengelolaan sampah, pendataan kendaraan, keamanan, manajemen lalu-lintas, hingga layanan kota pintar terpadu (smart city).
Teknologi face recognition Nodeflux juga tercatat berkontribusi dalam kesuksesan acara-acara penting berskala internasional yang turut mengharumkan nama bangsa dan kebijakan krusial. Nodeflux juga terlibat dalam kegiatan pengamanan Asian Games 2018 dan IMF-World Bank Group Summit 2018.
Begitu pula dengan event Asian Games 2018 di Jakarta-Palembang, IMF-World Bank Group Annual Meeting 2018 di Bali, serta integrasi data kependudukan pertama di Indonesia menggunakan face matching technology secara menyeluruh oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil.
Persaingan internasional
Pada 2018, Nodeflux juga secara resmi menjadi bagian dari program NVIDIA-Metropolis Software Partner Program (Nvidia-MSPP). Nodeflux merupakan perusahaan Al Indonesia pertama yang masuk dalam daftar ini, bersama 24 perusahaan Al papan atas dari seluruh dunia.
NVIDIA-MSPP adalah program pemanfaatan Al dan deep learning dalam menjaga keamanan kota serta bertransformasi menjadi smart cities. Menjadi partner software dari perusahaan prosesor asal Amerika Serikat, Nvidia, menurut Meidy, membuka pintu lebar terhadap teknologi terkini, sekaligus menempatkan Nodeflux bersama brand Al dunia.
Usaha Nodeflux untuk menyejajarkan Indonesia di perpetaan persaingan Al dunia tidak hanya sampai di situ. Nodeflux berhasil meraih peringkat ke-25 untuk penilaian algoritma pemrograman dari Face Recognition Vendor Test (FRVT) di bulan September 2019 dari National Institute of Standards and Technology (NIST).
"Nodeflux itu satu satunya company dari indonesia yang sudah tervalidasi di proses testing di NIST. Di Asia Tenggara pun cuma ada empat, dan kita satu satunya dari Indonesia. Kita berusaha lihat area menarik dan membuktikan kompetensi kita di area mana untuk bisa menghasilkan quality services yang enggak mainan tapi world class delivery," ujar Meidy.
NIST merupakan lembaga standardisasi dan salah satu laboratorium bidang sains dan teknik tertua di Amerika Serikat, berada di bawah kendali Departemen Perdagangan pemerintah Amerika Serikat. Tujuannya adalah untuk menciptakan kompetisi unggul dalam perkembangan teknologi di seluruh dunia.
Nodeflux bersaing dengan lebih dari 90 perusahaan teknologi Al terkemuka di dunia, termasuk dari China dan Rusia, di kategori yang sama.
"Di Indonesia sebelumnya lebih banyak produk dari China, AS, Israel, bagaimana cara
Nodeflux bisa sejajar dengan mereka karena kita bermain di lapangan tanding yang sama, kita melakukan rules of the game yang sama, untuk mengetes produk kita sendiri di level benchmark yang sama," ujar Meidy.
Meski saat ini Al dengan teknologi face recognition sebagai salah satu bentuk implementasi, yang dapat digunakan di CCTV atau sistem absensi misalnya, menjadi kian banyak digunakan, Meidy melihat banyak produk asing yang mengatasnamakan karya anak bangsa.
"Konteks intelektualnya, jangan sampai beli dari luar tapi dibordir dengan nama Nodeflux misalnya, terus kita bilang itu punya Nodefux itu jangan. Akhirnya proses inovasi jadi proses inovasi naruh stempel," ujar Meidy.
Sehingga, menurut Meidy, edukasi menjadi penting saat ini. Selain talenta digital yang masih menjadi persoalan bagi Nodeflux, yang 60 persen karywannya merupakan penggerak inovasi teknologi atau engineer.
Eksistensi di tengah pandemi
Meski dengan keterbatasan talenta digital, Nodeflux mampu berinovasi di tengah pandemi Covid-19 untuk menghadirkan solusi yang mampu memantau proses pemantauan mobilitas publik secara otomatis.
Seiring dengan kebijakan jaga jarak fisik, berbagai tantangan muncul, misalnya, pemantauan arus kendaraan di jalan-jalan tertentu tanpa harus menurunkan petugas di lapangan selama 24/7, pemantauan perilaku masyarakat yang tidak mematuhi jarak aman atau yang tidak mematuhi peraturan untuk memakai masker di luar rumah.
Nodeflux menghadirkan berbagai solusi berbasis teknologi Al Computer Vision bernama Nodeflux VisionAlre yang mampu mendeteksi dan menghitung kepadatan manusia, mendeteksi adanya jarak antar manusia kurang dari 1 meter dan mendeteksi adanya manusia yang tidak mengenakan masker.
Penulis bersama Meidy (dok.pri) |
"Kami telah bekerjasama dengan Pemprov DKI Jakarta dan Jawa Timur. Di Jawa Timur kami telah melakukan uji coba Al untuk penetapan protokol kesehatan yang memantau apakah masyarakat menggunakan masker atau tidak," kata Meidy.
Selain solusi manajemen perkotaan, Meidy melihat adanya permintaan yang tinggi terhadap sistem electronic Know your Customer (eKYC) pada layanan perbankan dan financial technology (Fintech), dalam masa pandemi saat ini.
Sistem eKYC membuat proses verifikasi calon nasabah menjadi lebih mudah, sebab KYC manual dapat memakan lebih banyak waktu dan terganjal sejumlah permasalahan.
"Manual cek prosesnya tidak instan, banyak permintaan di situ (eKYC), kalau manual cek problemnya bisa jadi KTP palsu. Dan, ini demand-nya cukup naik," kata Meidy.
Saat ini, Nodeflux telah memiliki 80 karyawan. Meidy melihat industri teknologi bidang Al terus berkembang, terlebih pertumbuhan ekonomi Indonesia membuat investor tergiur untuk menanamkan modal.
"Perkembangan teknologi ini sangat menarik. Ini bukan cuma di Indonesia, tapi seluruh dunia karena growth cukup besar dan sangat menjanjikan, implementasinya cukup besar," Meidy menambahkan.
Nodeflux, startup artificial intelligence asli Indonesia, meraih penghargaan 9th SATU Indonesia Award yang diselenggarakan oleh Astra International di rangkaian IdeaFest 2018 yang digelar di Jakarta.
Meidy berharap lewat penghargaan yang didapat ini, potensi anak bangsa akan lebih diakui. Kami berharap hal ini menjadi bukti untuk seluruh pihak supaya semakin percaya kekuatan pemuda Indonesia dalam membangun bangsa,.
Penghargaan yang diterima Nodeflux (dokpri ) |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar