Rabu, 13 November 2024

Novel Kapak Algojo dan Perawan Vestal Raih Rekor Muri

 


Mungkinkah sebuah buku mendapatkan rekor Muri? Ternyata bisa lho. Ini yang paling membuat saya terkesan. Sebuah novel garapan 33 orang penulis berhasil meraih rekor Muri. Bagaimana ceritanya?

Tiga tahun lalu di masa pandemi Covid 19, ada teman yang menggagas ide untuk menulis novel beramai-ramai. Ini untuk mengisi waktu karena kami lebih banyak di rumah karena takut tertular virus Corona. Ide ini kami sambut baik, dan mulailah berjalan. 

Setiap penulis mendapat jatah menulis satu bab dan diberi waktu selama lima hari untuk menulis satu bab tersebut. Setelah selesai, dilanjutkan dengan penulis kedua yang menulis bab dua. Begitu seterusnya hingga bab 33. 

Tentu saja setiap bab harus bersambung dan berhubungan dengan bab sebelumnya. Ini yang membuat penulis harus membaca dengan seksama jangan sampai salah. Apalagi bab yang belakangan, banyak yang harus dibaca. 

Setiap penulis bisa mengembangkan imajinasi, tetapi tetap mengacu pada plot cerita utama. Penyesuaian dengan tema dan juga dengan kisah yang dituturkan penulis lain. Jadi merupakan kesatuan dalam perbedaan. 

Ini kelihatan gampang, padahal sebetulnya cukup sulit karena setiap penulis memiliki gaya cerita yang berbeda, selera yang berbeda. Di sinilah dituntut kemahiran penulis ketika menyatukan diri dengan beragam penulis.

Keunikannya, semua penulis punya latar belakang yang berbeda, baik pendidikan maupun profesi. Maklum di Indonesia, jarang Penulis yang bisa "makan" dari menulis.

Oh ya, dalam novel ini saya menulis bab 30.  Novel ini mengisahkan tentang cinta dan dendam yang terbentang hingga ke beberapa benua. Silakan pesan di penerbit One Peach Media. 

Saya, novel Kapak Algojo dan Perawan Vestal (dok.pri)


Selasa, 05 November 2024

Rengkuh Bayu Mahandaru Menyulap Pelepah Pinang Menjadi Pengganti Plastik

Rengkuh Bayu Mahandaru sebagai narasumber (dok.astra)

 Satu hal yang harus kita akui, Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang bergerak di bidang keberlanjutan terus berkembang pesat. Ini seiring sejalan dengan meningkatnya kepedulian masyarakat hingga korporasi terhadap isu lingkungan dan ESG (Environmental, Social, Good Governance).

Salah satunya adalah "Plepah",  sebuah perusahaan rintisan yang didirikan oleh Rengkuh Banyu Mahandaru yang berhasil memproduksu kontainer makanan dari bahan baku pelepah daun pinang pada 2018. Sebuah inovasi yang tak pernah terpikirkan oleh banyak orang.

Namun justru ide yang didapat Rengkuh Bayu Mahandaru, terinspirasi dari kehidupan masyarakat di zaman dahulu. 

"Idenya kembali pada kebiasaan leluhur kita dulu, yang membungkus makanan dengan menggunakan dedaunan. Itu coba kami lakukan kembali dan bisa dijadikan sebuah bisnis yang keren," ungkap Rengkuh Bayu Mahandaru.

Ide ini timbul ketika ia melihat kondisi laut di Indonesia banyak yang tercemar oleh berbagai material pembungkus makanan, baik yang terbuat dari plastik maupun styrofoam. Rengkuh pun kemudian menemui  masyarakat yang tinggal di Jambi. Ternyata mereka masih menggunakan daun pinang sebagai alat pembungkus makanan. Sejak saat itu, dia mengaku terinspirasi oleh tradisi masyarakat setempat, dan berupaya membawanya ke level lebih besar, melalui Plepah. 

"Kami mencoba lebih aware terhadap potensi material dari sumber daya lokal untuk dihilirisasi," kata Rengkuh.

Awalnya , tentu saja produksi masih kecil-kecilan, kemudian meningkat. Kini Plepah bisa menyuplai pembungkus makanan ramah lingkungan hingga lebih dari 120 ribu kontainer makanan per bulan. Usaha Rengkuh juga berhasil mengangkat pendapatan petani dan pengumpul pelepah pinang di tempat-tempat mereka bekerja.

Ironinya, Rengkuh melihat bahwa usahanya yang semula membawa pesan keberlanjutan bagi masyarakat Indonesia agar lebih peduli pada penggunaan material ramah lingkungan,  ternyata belum 'ditangkap' optimal oleh konsumen dalam negeri. Hal itu tercermin dari besarnya jumlah pesanan yang berasal dari luar negeri. Pasar luar negeri lebih tinggi dari dalam negeri. 

"Berorientasi pada profit memang menyenangkan, tapi berorientasi pada dampak justru menyedihkan. Ketika ini  dimulai, justru yang ingin disasar adalah isu dalam negeri. Mungkin belum saatnya," keluh Rengkuh.

Meskipun demikian, di masa mendatang Rengkuh bertekad terus meningkatkan kapasitas sambil berusaha mengefisienkan ongkos produksi agar produk Plepah bisa dijual lebih murah. Ini penting agar lebih banyak orang tergerak untuk menggunakannya. 

“Sustainability bukan hanya tentang tanggung jawab, tapi juga tentang membuka potensi tanpa batas," tegasnya.

Kontainer, wadah makanan dari pelepah 
(Dok. Rengkuh Bayu Mahandaru)

Keinginan Rengkuh Bayu Mahandaru adalah bahwa salah satu fokus bisnisnya di masa depan adalah mengeksplorasi lebih dalam tentang limbah pertanian. Menurut dia, hal tersebut memiliki nilai ekonomi untuk dikembangkan sebagai bahan dasar penghasil energi baru terbarukan (EBT).

"Selain itu, limbah pertanian juga bisa digunakan untuk meningkatkan kualitas tanah dan produktivitasnya, setelah tercemar oleh berbagai bahan kimia yang digunakan sebagai pupuk," jelas Rengkuh.

Dengan langkah kecil ini, Rengkuh berharap bisa lebih berkontribusi pada perbaikan lingkungan, khususnya pengurangan sampah di Indonesia. Ini membuka   potensi pemanfaatan berbagai sumber daya lokal untuk bisa digunakan secara berkelanjutan dengan program berkesinambungan.

Kegigihan Rengkuh Bayu Mahandaru membuahkan hasil. Ia menerima Apresiasi 14th SATU Indonesia Awards 2023 Kategori Kelompok. Bahkan Rengkuh Banyu Mahandaru telah berbagi kisah inspiratif sebagai Pejuang Lingkungan Bermodal Limbah Pelepah.

"Sustainability bukan hanya tentang tanggung jawab, tapi juga tentang membuka potensi tanpa batas. Dengan mengintegrasikan inovasi dan konservasi, kita dapat menciptakan masa depan yang lebih baik dan sejahtera semua," ujar Rengkuh.

Piring dari pelepah pisang (dok.rengkuh)


Tahun ini Astra menggelar 15th SATU Indonesia Awards 2024, dengan mengusung tema 'Bersama, Berkarya, Berkelanjutan. Ajang penghargaan ini merupakan bentuk komitmen Astra untuk bermanfaat bagi bangsa dan negara. Apresiasi yang diharapkan dapat semakin banyak menjaring generasi  muda inspiratif bangsa yang senantiasa semangat membangun negeri bersama, berkarya, berkelanjutan untuk hari ini dan masa depan Indonesia.

Perjalanan Astra diawali dari  langkah kecil generasi muda yang memberi perubahan besar bagi masyarakat sekitarnya.  Hingga kini terus membawa SATU Indonesia Awards secara konsisten dan berkesinambungan menjaring dan mengapresiasi pemuda inspiratif bangsa yang senantiasa berkontribusi mendukung tercapainya pembangunan Indonesia yang berkelanjutan.

SATU Indonesia merupakan langkah nyata dari Grup Astra untuk turut berperan aktif serta memberikan kontribusi demi meningkatkan kualitas masyarakat Indonesia melalui karsa, cipta, dan karya terpadu untuk memberikan nilai tambah bagi kemajuan bangsa Indonesia. Sejak tahun 2010 Astra telah menyelenggarakan SATU Indonesia Awards.

SATU Indonesia Awards adalah salah satu bentuk komitmen Astra untuk 'Menjadi Milik yang Bermanfaat bagi Bangsa dan Negara', sebagaimana tertuang dalam butir pertama filosofi Catur Dharma Astra. 

Para pemenang SATU Indonesia Awards (dok.astra)






Minggu, 03 November 2024

Gede Andika Mengajar Bahasa di Pulau Dewata

 

Gede Andika (dok.idntimes)

KREDIBALI merupakan kependekan dari Kreasi Edukasi Bahasa dan Literasi Lingkungan yang berada di Bali. Didirikan oleh I Gede Andika Wira Teja atau yang lebih sering dikenal dengan nama Gede Andika.

Lelaki muda itu merupakan seorang akademisi, Policy Researcher, sekaligus Social Worker. Kredibali sendiri adalah anak program dari Jejak Literasi Bali yang didirikannya pada tahun 2019. 

Langkah Awal 

Setelah menempuh pendidikan di Universitas Udayana selama 5 tahun, Gede Andika pulang ke Desa Pemuteran, Kabupaten Buleleng, Bali. Waktu itu bertepatan dengan perayaan Nyepi pada bulan Maret 2020. Gede Andika sudah bekerja dan bisa bekerja dari rumah (WFH) karena pandemi Covid 19. Pada saat yang sama, ia pun menunggu pendaftaran kampus untuk melanjutkan studi.

Gede Andika seringkali prihatin melihat kondisi sekitar ketika berkuliah di Bali Hatinya terketuk untuk berbuat lebih banyak, menjadi orang yang bermanfaat bagi masyarakat. 

Sambil melepas kangen, ia jalan-jalan berkeliling kampung. Desa Pemuteran memang kecil, tetapi terkenal eksotik karena posisinya diapit oleh pesisir dan perbukitan. Orang-orang Bali menyebut desa ini sebagai "Negara Gunung" karena ada bukit di sebelah selatan, laut di sebelah utara, dan di tengah-tengahnya ada desa yang menawan.

Bersamaan dengan keberadaannya, anak-anak di desa tersebut sudah menerapkan pembelajaran daring. Aturan tersebut sudah pemerintah terapkan dengan tujuan untuk menekan angka penyebaran COVID-19 di lingkungan pendidikan.

"Dari sisi yang lain, ketika kebijakan tersebut diberlakukan, saya banyak menjumpai anak-anak yang tidak bisa mengikuti kelas daring tersebut," papar Gede Andika.

Gede Andika kuatir jika hal seperti ini dibiarkan, angka putus sekolah akan semakin meningkat. Menurut data dari Kemendikbud pada 2015/2016, Kabupaten Buleleng menjadi kabupaten dengan angka putus sekolah paling tinggi di Provinsi Bali. Dari sanalah, tercetus program KREDIBALI.

 Berembuk 

Butuh pengamatan yang saksama dan diskusi dengan beragam pihak untuk merealisasikan program ini. Untungnya , Gede Andika memang sudah membangun komunitas Jejak Literasi Bali sejak 2019. Ada beragam program edukasi anak, seperti mendongeng, mewarnai, membaca, menata perpustakaan, mengumpulkan donasi buku, dan lain-lain.

Sebetulnya tidak mudah bagi Gede Andika dalam merintis program ini. Banyak halangan, rintangan, dan pengorbanan. Antara lain,   ia harus rela untuk membatalkan kuliah S2 dan beasiswa yang telah didapat. la harus fokus pada apa yang telah direncanakan. Dengan keputusan yang telah diambil ini artinya ia dapat lebih membantu banyak orang.

Gede Andika di kelas (dok.gnfi)


Kondisi anak-anak pada masa Covid 19, banyak  yang tidak dapat melanjutkan sekolah karena terkendala perangkat dan jaringan. Tidak semua anak memiliki perangkat dan jaringan yang mumpuni untuk dapat mengikuti program sekolah dari rumah. Anak-anak menjadi berputus asa dan memilih untuk membantu keluarga dalam mencukupi kebutuhan ekonomi. Seperti ikut orang tua menyabit rumput untuk pakan ternak dan membantu melaut bagi anak yang orang tuanya berprofesi sebagai nelayan.

Lalu, Gede Andika mencoba untuk menganalisis lebih dalam tentang apa yang sebaiknya dapat ia perbuat agar lebih bermanfaat dan juga mendapat dukungan dari masyarakat dan lain-lain. KREDIBALI adalah program yang bertujuan mengajarkan anak-anak belajar bahasa, terutama bahasa Inggris, dengan metode kreasi atau yang menyenangkan. Kendala yang paling dirasakan Gede Andika adalah bagaimana cara mengajari anak-anak di masa pandemi ini. Tentunya ada banyak hal yang perlu disiapkan, mulai dari perizinan hingga menerapkan protokol kesehatan dengan baik.

Gede Andika mencoba melakukan pengamatan dari Maret-Mei 2020. Ia pun bertukar pikiran dengan pihak desa, Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Bhabinkamtibmas), dan Bintara Pembina Desa (Babinsa) di Desa Pemuteran untuk membangun kelas luring sesuai protokol kesehatan.

la melihat bahwa Bali sangat kaya dalam sektor pariwisatanya, namun karena pandemi sektor pariwisata yang dulunya penuh,  berubah drastis menjadi sepi. Karena itulah  Kredibali sangat sesuai  untuk membantu anak-anak SD dan SMP  mendapat pelatihan Bahasa Inggris.

Gede Andika bersama murid-muridnya (dok.idntimes)


Uniknya, pelatihan Bahasa Inggris yang diberikan oleh Kredibali tidak semata- mata gratis. Anak-anak yang belajar harus membawa sampah plastik sebagai alat tukar atas ilmu yang mereka dapat. Pemilihan sampah plastik sebagai alat tukar tidak lain adalah karena alasan sampah plastik dan pariwisata adalah dua masalah yang saling berhubungan. 

Namun di Desa Batur,  anak-anak harus membayar pelatihan Bahasa Inggris dari Kredibali dengan menyiram pohon sebelum berangkat belajar. Ini karena maraknya penggundulan hutan di daerah sana. Jadi, harus menjalankan program penyelamatan tanaman. 

Anak-anak begitu antusias menyambut dan menjalani KREDIBALI ini. Sampai hari ini, sudah ada 3 periode dengan total sekitar 225 siswa. Dari  jumlah itu, 150 siswa sudah terukur kemampuannya dengan jelas.

Literasi lingkungan 

Selain edukasi bahasa, Gede Andika pun mengajarkan literasi lingkungan kepada anak-anak. Apa itu literasi lingkungan? Dilansir North American Association for Environmental, literasi lingkungan adalah kepedulian dan kesadaran akan lingkungan dan masalah-masalahnya, termasuk pengetahuan, keterampilan, dan motivasi untuk mencari solusi dan mencegah permasalahan baru.

Lantas, metode seperti apa yang dilakukan Gede Andika? la mengajarkan anak-anak tentang pentingnya kebersihan lingkungan dan meminta mereka untuk mengumpulkan sampah plastik sebelum mengikuti kelas bahasa.

Bekerja sama dengan Plastic Exchange, lembaga nirlaba bak sampah di Bali, sampah- sampah dari para siswa tersebut akan ditimbang dalam satuan kilogram. Dengan seperti ini diharapkan anak- anak penerus bangsa menjadi lebih menaruh perhatian pada lingkungan, khususnya pada sampah. Anak-anak menjadi mengerti bahwa sampah, hal yang kerap dipandang sebelah mata juga memiliki arti. Program ini juga membuat orang tua lebih tersadarkan oleh anak.

Gede Andika di kelas (dok.idntimes)


Anak-anak menjadi inisiator, anak-anak sebagai pemberi reminder di keluarga, mereka dapat mengedukasi orang tuanya seberapa bahaya sampah jika hanya dibiarkan, dan seberapa bermanfaatnya apabila sampah dikelola dengan baik.

Sampah-sampah yang telah terkumpul tersebut bukanlah untuk para sosok di balik Kredibali, namun sampah tersebut nantinya akan ditukarkan lagi menjadi beras dan disumbangkan kepada lansia yang kurang mampu.

Salah satu capaian membanggakan dari Kredibali tentang sampah adalah untuk Desa Pemuteran telah mendapat 781 kg sampah yang ditukarkan menjadi beras sebanyak 320 kg dan telah disalurkan kepada 127 lansia yg membutuhkan.

Lalu, untuk daerah Desa Gianyar telah memperoleh 314 kg sampah yang ditukarkan dengan 118 kg beras dan disalurkan kepada 72 lansia.

Menurut Gede Andika, pembatalan master yang ia lakukan rasanya sangat sebanding dengan dampak yang didapatkan sekarang. Di daerah Batur ada satu hutan lindung, yang mana di kawasan tersebut ada sekelompok masyarakat yang sudah berpuluh-puluh tahun tinggal di sana.

Satu anak di sana menanam satu pohon, mereka harus menjaga pohon tersebut hingga tumbuh dengan baik. Meskipun ini membutuhkan waktu panjang, namun hasilnya juga akan berdampak panjang. Penggundulan hutan yang terjadi di sana, perlahan tapi pasti mulai hijau kembali.

Pemulung (dok.idntimes)


Atas dampak-dampak baik yang didapatkan membuat para penggerak Kredibali dan Jejak Literasi Bali menjadi semakin bersemangat dalam mengabdi. Betapa megahnya Bali yang dilihat orang-orang di luar sana, tidaklah terlihat benar-benar demikian.

Masih banyak anak-anak yang butuh uluran kebaikan, meraka yang di pelosok, mereka yang kurang mampu, mari sama-sama kita bantu. Jangan sampai mereka merasa malu. Mari setarakan pembangunan sumber daya manusia dan Pendidikan yang pantas untuk seluruh rakyat Indonesia.

Berkat kerja kerasnya, Gede Andika  menerima Apresiasi Kategori Khusus: Pejuang tanpa Pamrih di Masa Pandemi COVID-19 dalam 12th SATU Indonesia Awards tahun 2022. Baktinya kepada anak-anak Indonesia sangat inspiratif dan layak untuk jadi panutan para pemuda Indonesia.

Apresiasi SATU Indonesia Awards yang diberikan kepada anak bangsa yang senantiasa memberi manfaat bagi masyarakat dalam lima bidang, yaitu Kesehatan, Pendidikan, Lingkungan, Kewirausahaan, dan Teknologi, serta satu kategori Kelompok yang mewakili lima bidang tersebut.

Gede Andika (dok.astra)




Jumat, 01 November 2024

I Gede Merta Yoga Pratama, Sosok Penolong Nelayan

 

Yoga Pratama (dok.haluanbali)

Sebagai negara kelautan, Indonesia dianugerahi  hasil laut berlimpah. Masyarakat pesisir di beberapa daerah Indonesia mengandalkan hasil tangkapan ikan untuk menyambung hidup, tidak terkecuali di Bali. Namun, nelayan- nelayan kecil di Bali pada awalnya terlalu banyak menghabiskan waktu untuk mencari ikan karena hanya bermodalkan insting dan pengalaman di laut.

Kemudian perairan laut tersebut tidak bisa menjanjikan karena adanya,   kapal besar yang mampu mengambil hasil laut lebih banyak. Akibatnya, hal ini bisa membuat mereka kesulitan mendapatkan hasil tangkapan ikan yang optimal. Itu sebabnya, kehidupan nelayan sebenarnya tidak benar-benar makmur meski potensi hasil laut Indonesia melimpah.

Untunglah ada seseorang yang peduli dan memikirkan nasib para nelayan. Dia adalah seorang pemuda dengan latar belakang information technology (IT), mengerahkan kemampuannya untuk membantu para nelayan kecil di Bali menangkap ikan lebih banyak dengan bantuan aplikasi ponsel. Dialah I Gede Merta Yoga Pratama. 

Berawal dari praktik kerja lapangan, I Gede Merta Yoga Pratama memiliki ide yang mampu membantu nelayan mencari ikan secara optimal. Ia bersama sembilan temannya membuat aplikasi bernama Fish Go. Melalui aplikasi ini, nelayan mampu memetakan jenis ikan di suatu wilayah tangkapan.

Sebetulnya ide tersebut sudah muncul sejak tahun 2015. Lalu mencoba  diwujudkan setahun kemudian bersama teman-temannya. Hingga 2018, aplikasi Fish Go telah mendapat berbagai penghargaan di kompetisi regional dan nasional. Harapan mereka, ingin menyejahterakan nelayan dengan aplikasi yang mereka rancang. Kita simak bagaimana kisah Yoga Pratama dan tim Fish Go membantu nelayan daerah.

Yoga Pratama dan aplikasi Fish Go (dok.lpdp)


Bagaimana fish go bermula 

Ternyata Fish Go muncul dari keresahan mereka akan kondisi nelayan Indonesia, khususnya Provinsi Bali. Kita ketahui, Indonesia memiliki potensi yang melimpah di bidang kelautan dan perikanan karena luas laut Indonesia yang luar biasa. 

Berdasarkan data statistik dari Badan Pusat Statistik (BPS), 20% masyarakat kurang mampu di Indonesia itu bermata pencaharian sebagai nelayan. Ini sungguh suatu ironi, Indonesia yang dua per tiga wilayahnya laut, masyarakat yang bermata pencaharian sebagai nelayan, malah merupakan masyarakat yang berada di bawah garis kemiskinan.

Yoga Pratama melakukan praktik kerja di Balai Penelitian dan Observasi Laut di daerah Jembrana, Bali. "Saya mendapatkan ilmu bahwa daerah potensi penangkapan ikan dapat diprediksi lewat citra satelit yang didapat dari data karakteristik ikan."

Akhirnya, mereka menggunakan data selama 10 tahun terakhir untuk menghasilkan peta daerah prediksi dengan hasil akurasi yang baik. Ibaratnya, dari 10 trip, yang tujuh gagal. Kita perkecil sampai lima trip gagal, terus menerus kita lakukan, sampai mendapatkan akurasi terbaik. Sebagian besar persentase dana, kami alokasikan untuk penelitian di laut dan pengembangan aplikasi.

Yoga menerangkan Fish and Go (dok.lpdp)

Meskipun Fish Go secara ide sudah muncul sejak 2015, tetapi baru mulai mengikuti kompetisi dari 2016, dari tingkat provinsi regional hingga nasional. Kemudian Fish Go mulai berkembang semenjak memenangkan kompetisi Innovation Festival di 2017.

Apa saja manfaat Fish Go? Daerah potensial penangkapan, rute penangkapan, dan waktu penangkapan terbaik. Fish Go mudah digunakan nelayan dengan memberikan daerah potensial penangkapan hingga tingkat spesies. Pemberian rute penangkapan sehingga membantu nelayan mengestimasi bahan bakar yang akan digunakan.

Memang ada aplikasi yang karakternya sejenis dengan Fish Go, tapi tidak spesifik hingga sampai ke jenis ikan, resolusi spasialnya lebih luas, sedangkan Fish Go lebih spesifik.

Kendalanya, jika melebihi 6-9 mil kadang terjadi permasalahan sinyal. Jadi, diatasi dengan penggunaan GPS eksternal yang sudah disiapkan sebelumnya, koordinat yang didapatkan dari aplikasi Fish Go.

I Gede Merta Yoga Pratama dengan aplikasi yang diciptakan (dok.astra)


Sosialisasi Fish Go kepada nelayan 

Yoga Pratama dan rekan-rekannya melakukan pendekatan dengan turun langsung ke lapangan ikut melaut dengan nelayan dan mengarahkan. Dimulai dari satu nelayan, setelah itu  menyebar ketika sudah melihat hasil yang bisa  ditawarkan. Mereka melakukan uji coba di kelompok-kelompok nelayan Kabupaten Badung dan Karangasem, khususnya di Desa Seraya.

Bagusnya, nelayan tidak wajib  memiliki ponsel android. Nelayan beroperasi mencari ikan tidak satu kapal saja, tetapi berkelompok, setiap satu kelompok nelayan memiliki satu ponsel android saja sudah cukup. Mereka bisa berbagi. 

Langkah selanjutnya, Yoga Pratama dan tim  ingin membantu bukan hanya sebagai penyedia jasa penunjuk arah daerah, prediksi, melainkan juga ingin membantu nelayan memasarkan ikannya ke masyarakat luas.

Targetnya , Fish Go bisa diaplikasikan di seluruh Indonesia. Namun, untuk mencapai target itu perlu penelitian dan pengembangan yang lebih lanjut, terutama terkait dengan karakteristik perairan di tiap-tiap daerah di Indonesia. 

"Kami membutuhkan campur tangan pemerintah setempat maupun pusat, untuk mendukung penelitian kami ini," kata Yoga.

Mereka berharap Fish Go mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir khususnya nelayan, dan mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia menjadi poros maritim dunia.

Tentu akan lebih baik jika terkoneksi ke sektor yang terkait, yakni sektor kelautan dan perikanan. Fish Go tidak bisa berdiri sendiri, untuk membuat perubahan, dibutuhkan gerakan masif dari seluruh generasi muda di Indonesia untuk membantu menumbuhkan kesadaran bahwa teknologi bisa membantu kehidupan nelayan-nelayan di Indonesia.

Masyarakat Bali sudah merasakan manfaat dari aplikasi ini. Sekitar 50 orang nelayan yang menggunakan Fish Go sangat bersyukur  karena perolehan hasil tangkapan nelayan pun meningkat dari 40-60kg per hari menjadi 100 kg per hari.

Karya Fish Go ini, menjadikan Yoga sebagai sosok penerima Apresiasi  SATU Indonesia Awards 2020 bidang teknologi. Sebagaimana diketahui, Astra internasional selalu memberikan apresiasi kepada orang-orang yang berprestasi, berinovasi untuk memajukan negeri. 

I Gede Merta Yoga Pratama dengan 
Penghargaan dari Astra (dok.astra)